Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wamenkumham RI Edward Omar Sharif Hiariej (Eddy) menilai sikap Dewan Pers terhadap RKUHP positif karena tidak hanya mengkritik melainkan juga menawarkan solusi.
Solusi yang ditawarkan Dewan Pers kepada pemerintah, kata dia, adalah dengan menambahkan klausula exceptional di dalam rumusan sejumlah pasal yang berbunyi "kecuali untuk kepentingan jurnalistik".
Menurutnya secara pribadi, hal tersebut sangat mungkin untuk diakomodasi.
Ia mengungkapkan hal tersebut secara pribadi karena terkait hal tersebut belum membicarakannya secara keseluruhan dengan tim ahli pemerintah penyusun RKUHP.
Hal tersebut disampaikannya dalam acara bertajuk RUU KUHP: Wujud Keadilan Hukum Indonesia di kanal Youtube FMB9ID_IKP pada Senin (29/8/2022).
"Solusi ini menurut pendapat saya secara pribadi, sekali lagi secara pribadi, itu sangat bisa diakomodasi," kata Eddy.
Menurutnya, jika DPR sepakata maka klausula tersebut tidak hanya akan ditambahkan di dalam pasal penghinaan martabat presiden dan wakil presiden, melainkan juga di pasal-pasal lain.
Pasal-pasal tersebut, kata Eddy, misalnya pasal kejahatan terhadap ideologi negara Pancasila.
"Jadi kalau itu untuk kepentingan akademik, pemberitaan atau kepentingan jurnalistik, kemudian juga pasal-pasal penghinaan terhadap pemerintah, pasal-pasal penghinaan kepada pejabat publik, pasal-pasal penghinaan yang menyerang martabat Presiden dan Wakil Presiden. Jadi ada sejumlah pasal," kata Eddy.
Baca juga: Wamenkumham: Penjelasan Pasal Penghinaan Presiden Tutup Semua Celah Ditafsirkan Sedemikian Rupa
"Hanya diinsert (ditambah) saja empat kata itu. Karena itu tidak mengubah substansi, ya no problem menurut kami," sambung dia.
Ia berharap DPR juga setuju terkait hal tersebut mengingat proses pembentukan undang-undang merupakan kesepakatan dua pihak yakni pemerintah dan DPR.
Menurutnya, DPR juga akan sepakat dengan usulan Dewan Pers agar pasal-pasal di dalam RKUHP tidak memuat potensi untuk membungkam kebebasan pers.
Untuk itu, menurutnya Pers tidak perlu khawatir.
"Insya Allah (akan ditambahkan). Karena begini. Proses pembentukan UU kesepakatan dua pihak. Kalah DPR menyetujui dan pemerintah juga oke, tidak ada masalah," kata dia.
Eddy juga menegaskan RKUHP yang dirumuskan oleh tim ahli pemerintah itu sama sekali tidak menghidupkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai pasal penghinaan presiden.
Justru, kata dia, rumusan RKUHP sesuai dengan putusan MK.
Selain itu, kata dia, di dalam RUU KUHP sama sekali tidak pernah disinggung mengenai tindak pidana pers.
Eddy juga mengungkapkan sebetulnya yang dikhawatirkan oleh Dewan Pers terhadap RKUHP adalah potensi pengekangan terhadap kebebasan pers.
"Sekali lagi potensi. Potensi ini kan bisa ya bisa tidak. Dikhawatirkan potensi bisa mengekang kebebasan pers," kata dia.
Sebelumnya, Eddy dan tim perumus Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) menerima audiensi Dewan Pers, Rabu (20/7/2022).
Dalam kesempatan itu, Dewan Pers menyampaikan delapan pasal bermasalah di RKUHP yang terkait kebebasan pers.
Ketua Bidang Pengaduan dan Etika Pers, Yadi Hendriana, membeberkan pasal-pasal dimaksud.
Baca juga: Wamenkumham: Pembahasan RKUHP Dilakukan Terbuka, Tapi Terbatas
Pertama, terkait dengan pasal penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden, dalam Pasal 218-220.
Pihak Dewan Pers mengkhawatirkan hal ini akan mengancam dan menghalangi fungsi pers sebagai kontrol sosial.
"Karena ketentuan ini kami anggap melanggar Pasal 28 f UUD 1945 yang berbunyi setiap orang berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosial serta berhak mencari memperoleh menyimpan dan lain-lain. Itu yang kami concern," ucap Yadi dalam audiensi tersebut, Rabu (20/7/2022).