TRIBUNNEWS.COM - Kekhawatiran akan bahaya dari senyawa Bisphenol A (BPA) makin menjadi hal serius yang mengemuka di seluruh dunia.
Para pakar, lembaga-lembaga penelitian, dan lembaga-lembaga besar dunia hampir semuanya sepakat dengan regulasi pembatasan kemasan plastik BPA.
Bahkan, Badan Kesehatan Dunia (WHO), 12 tahun lalu sampai mengundang 30 pakar dari Kanada, Eropa, dan Amerika Serikat dalam sebuah forum panel di Ottawa, Kanada untuk menelusuri berbagai penelitian tentang dampak BPA terhadap kesehatan.
Dalam laporannya, WHO menuliskan, “Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa dalam kadar yang rendah sekalipun, BPA bisa memberikan efek negatif bagi kesehatan. Di antaranya dapat memicu kanker payudara, obesitas, pubertas dini, impotensi dan gangguan kesehatan lainnya.”
Selain WHO, Ikatan Dokter indonesia (IDI) dan banyak pakar serta periset utama juga telah mengeluarkan peringatan senada dan sepakat menilai paparan hormon estrogen yang berlebihan bisa menjadi salah satu pemicu kanker payudara.
Dengan demikian, setiap zat yang membuat hormon estrogen diproduksi secara masif dan berlebihan, termasuk senyawa BPA, diduga kuat dapat memicu kemunculan sel kanker.
“BPA bisa menyerupai hormon estrogen. Sangat dicurigai dapat memicu kanker payudara. BPA sendiri kerap dikaitkan dengan zat karsinogen yang juga cukup berpengaruh pada timbulnya sel kanker,” jelas Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia, Prof. Aru Wisaksono Sudoyo.
Dokter spesialis penyakit dalam subspesialisasi hematologi dan onkologi medik di RSCM ini turut mencontohkan perubahan temperatur yang bisa menyebabkan kontaminasi pada makanan dan minuman berkemasan BPA.
Pakar Biomedik Farmasi dan Farmakologi sekaligus Dekan Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, Prof. Junaidi Khotib turut menjelaskan, dari kajian yang dilakukan, terjadi pelepasan atau migrasi partikel BPA ke makanan atau minuman yang bersinggungan langsung dengan kemasan primer, sehingga partikel BPA dapat masuk ke dalam tubuh melalui makanan atau minuman.
“Konsentrasi BPA dalam darah dan urin sangat erat dengan berbagai penyakit yang berkaitan dengan gangguan endokrin, yaitu gangguan pada hormonal sistem, perkembangan saraf dan mental pada anak-anak," kata Junaidi Khotib.
Indonesia serius antisipasi bahaya BPA
Dibandingkan banyak negara lain di Amerika dan Eropa, Kanada menjadi negara pertama yang menyatakan BPA sebagai senyawa beracun dan telah melarang penggunaannya sejak tahun 2008.
Namun, tak hanya di luar negeri, Indonesia saat ini juga tengah memperhatikan bahaya BPA bagi kesehatan.
Terlebih, mayoritas penggunaan air kemasan Indonesia juga masih menyandarkan kemasannya pada galon polikarbonat yang terbuat dari polimer plastik berzat aditif BPA.