TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kenaikan harga BBM bersubsidi di tengah keterpurukan ekonomi masyarakat pasca badai Covid-19 tidak dapat diterima dengan alasan apapun.
Masyarakat yang tengah berjuang bangkit dari hantaman badai pandemi yang lamanya hampir 3 tahun melanda, tidaklah mudah.
Demikian dikemukakan Ketua Umum PP Himpunan Mahasiswa Persatuan Islam atau Hima Persis Ilham Nurhidayatullah dalam keterangannya, Jumat (3/9/2022).
Hima Persis bersama PP Himi Persis dan PP Ikatan Pelajar Persis Putri turun ke jalan melakukan unjuk rasa menolak rencana pemerintah menaikkan harga BBM.
Baca juga: Pemerintah Naikkan Harga BBM Subsidi, Anggota Komisi VII DPR: Implikasinya Luar Biasa
"Informasi akan dinaikkannya harga pertalite dan solar menjadi kabar buruk di bulan kemerdekaan kemarin," ujar Ilham.
Ilham mengatakan ironis dengan alasan beban APBN bertambah Rp 502 triliun dan subsidi BBM yang diakui tidak tepat sasaran, pemerintah akan menaikkan harga BBM bersubsidi.
Di tengah inflasi yang mencapai 3-4 persen akibat badai Covid-19 dan ketidakpastian pasar global.
"Kebijakan ini justru akan berdampak serius bagi kelompok ekonomi menangah dan kelompok ekonomi menengah ke bawah," katanya.
Selain itu, kata dia, kondisi pasar nasional juga belum terlihat stabil.
"Harga minyak goreng yang belum kembali pada harga normal seperti sebelum kelangkaan, harga telur yang juga tengah menaik di antara beberapa fakta yang dihadapi masyarakat kini," ujarnya.
Beberapa poin penting yang menjadi perhatian mahasiswa dan pelajar putri Persatuan Islam terkait kebijakan pemerintah yang akan menaikkan harga BBM Bersubsidi, yaitu:
1. Inflasi
Dikarenakan BBM digunakan oleh hampir seluruh sektor. Sehingga, inflasi akibat kenaikan BBM Subsidi menurut data BPS dapat menyentuh pada angka 17,11 persen.
a. Kenaikan harga BBM pun akan berdampak pada biaya transportasi logistik.