TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengungkap 7 kejanggalan soal adanya dugaan pelecehan seksual yang dialami Putri Candrawathi dalam hasil temuan dan rekomendasi Komnas HAM.
Sebelumnya dugaan pelecehan seksual itu dikatakan terjadi saat Putri Candrawathi masih berada di Magelang yang diduga dilakukan oleh almarhum Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J.
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu menyatakan adanya kejanggalan dari hasil tersebut.
Setidaknya menurut Edwin ada tujuh poin yang dinyatakan janggal oleh LPSK. Namun Edwin hanya menyebutkan enam di antaranya.
Baca juga: Komnas HAM Berandai soal Sidang Ferdy Sambo, Singgung Pelecehan yang Diduga Dilakukan Brigadir J
Sementara satu kejanggalan lainnya akan disampaikan LPSK setelah penyidik mengungkap semuanya.
Berikut enam dari tujuh kejanggalan yang diungkap LPSK terkait adanya dugaan pelecehan seksual yang dialami Putri Candrawathi dalam hasil temuan dan rekomendasi Komnas HAM:
1. Ada Kuat Maruf dan Susi
Pertama soal kecilnya kemungkinan terjadi peristiwa pelecehan seksual. Sebab saat kejadian di Magelang saat itu, masih ada Kuat Maruf dan saksi Susi.
"Kan waktu peristiwa itu, yang diduga ada perbuatan asusila itu, itu kan masih ada Kuat Maruf dan Susi, yang tentu dari sisi itu kecil kemungkinan terjadi peristiwa," kata Edwin saat dikonfirmasi awak media, Minggu (4/9/2022).
2. Masih Bisa Teriak
Karena masih adanya Kuat Maruf dan saksi Susi, Erwin mengatakan jika benar peristiwa pelecehan itu terjadi, maka setidaknya Putri Candrawthi masih bisa teriak saat itu.
"Kalaupun terjadi peristiwa kan si ibu PC masih bisa teriak," ujar Edwin.
3. Relasi Kuasa
Edwin menyatakan, dalam kasus pelecehan seksual yang ditangani LPSK erat kaitannya dengan relasi kuasa.