TRIBUNNEWS.COM - Gubernur Papua Lukas Enembe kabarnya ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Diberitakan sebelumnya, Lukas Enembe terlibat kasus dugaan gratifikasi senilai Rp 1 miliar.
Hal lain yang menjadi catatan Tribunnews.com, Gubernur Papua ini pernah menjadi sorotan saat kerusuhan terjadi di Papua pada 19 Agustus 2019.
Lukas Enembe sontak menegaskan akan membawa pulang seluruh mahasiswa Papua yang berada di seluruh Indonesia.
Rencana tersebut dia lakukan apabila kondisi Indonesia dianggap masih tidak aman.
Hal ini dia ungkapkan dalam acara Mata Najwa, edisi Rabu (21/8/2019) dengan tema 'Nyala Papua'.
"Jadi Mbak Najwa sudah saya putuskan, tim saya akan datang lihat seluruh mahasiswa kita di seluruh Indonesia, saya akan bawa mereka pulang," ujar Lukas.
Baca juga: Kuasa Hukum Kaget Gubernur Papua Jadi Tersangka KPK: Ini Poin Keberatannya
"Selama NKRI tidak aman mereka tidak bisa belajar," sambungnya.
Untuk mendukung rencananya tersebut, Lukas telah menyiapkan universitas negeri di Papua untuk menampung seluruh mahasiswa Papua.
"Kami sudah sepakat untuk memasukkan ke tiga universitas negeri yang ada di sana, itu yang kita mau bicara pertemuan besok, bahkan PNJ sudah tawarkan satu universitas negeri yang ada di sana untuk penampungan," ungkapnya.
"Nggak, kalau tidak aman pasti saya bawa pulang," ujar Lukas dengan tegas.
Pakai Jalur Tikus ke Luar Negeri
Sebelumnya, diberitakan Kompas.com, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian pernah menegur Lukas Enembe lantaran melakukan kunjungan ke Papua Nugini (PNG) melalui jalur tikus.
Ia dianggap menempuh perjalanan luar negeri tanpa melalui mekanisme yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Teguran itu disampaikan Tito melalui surat resmi bernomor 098/2081/OTDA yang diteken Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri, Akmal Malik, pada 1 April 2021.
"Kementerian Dalam Negeri dalam melaksanakan fungsi pembinaan dan pengawasan, mengingatkan sekaligus memberikan teguran agar dalam menjalankan tugas sebagai Gubernur senantiasa menaati seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan khususnya yang mengatur tentang kunjungan ke luar negeri," bunyi petikan surat teguran.
Kompas.com telah mengonfirmasi kebenaran surat teguran tersebut ke Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Benni Irwan.
Dalam surat teguran itu disebutkan bahwa kunjungan kepala daerah ke luar negeri baik untuk kepentingan kedinasan atau alasan penting lain telah diatur dalam UU Pemerintahan Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 59 Tahun 2019 tentang Tata Cara Perjalanan ke Luar Negeri di Lingkungan Kementerian dalam Negeri dan Pemerintahan Daerah.
Kemudian, sesuai dengan bunyi Pasal 67 huruf b Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dikatakan bahwa kepala daerah punya kewajiban untuk menaati seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Selanjutnya agar penyelenggaraan pemerintahan berjalan sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan, pemerintah melakukan pembinaan dan pengawasan sebagaimana telah diatur dalam Pasal 373 Ayat (1) dan Pasal 374 Ayat (1) dan Ayat (2) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014," bunyi petikan surat.
Ditegaskan pula dalam surat bahwa jika Lukas Enembe kembali melakukan kunjungan ke luar negeri dengan tidak melalui mekanisme sebagaimana peraturan perundang-undangan, maka terdapat sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 77 Ayat (2) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014.
Lukas Enembe pernah jadi sorotan publik beberapa waktu belakangan.
Ia dideportasi dari Papua Nugini karena dianggap melanggar aturan keimigrasian.
Lukas Enembe masuk ke Papua Nugini untuk pergi ke Kota Vanimo pada Selasa (31/3/2021) lalu.
Ia menyelinap lewat jalur tikus, lalu diantar ke kota perbatasan itu menggunakan jasa tukang ojek.
Di Vanimo, Lukas mengaku berobat dan menjalani terapi karena sakit yang dideritanya.
Setelah selesai berobat di sana, ia kemudian kembali ke Indonesia melalui Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Skouw, Jayapura.
Isu Dugaan Korupsi
TribunPapua.com menuliskan, Lukas Enembe disebut ditetapkan jadi tersangka kasus dugaan gratifikasi senilai Rp 1 miliar oleh KPK.
Kuasa hukum Lukas Enembe, Stefanus Roy Rening menuding penetapan status tersangka KPK itu tidak sesuai prosedur.
"KUHAP menyatakan, orang dinyatakan tersangka itu apabila ada dua alat bukti dan ada keteranganya," kata Roy dalam konferensi pers di Kota Jayapura, Senin (11/9/2022).
Menurutnya, KPK terlihat sangat terburu-buru menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka.
Hal ini sangat disayangkan, sebab akan menuai kegaduhan publik di Bumi Cenderawasih.
"Kenapa tidak minta keterangan dulu. Kami sangat sayangkan sikap KPK yang tidak profesional," tegasnya.
Karena itu, Roy menuding KPK catat prosedural dan formil dalam penetapan Lukas Enembe sebagai tersangka.
Diketahui, KPK memanggil Gubernur Papua Lukas Enembe untuk diperiksa di Mako Brimob Polda Papua, di Kotaraja, Distrik Abepura, Kota Jayapura.
Hanya, Lukas Enembe batal menghadiri pemeriksaan lantaran dalam kondisi sakit.
"Gubernur Lukas Enembe belum pulih betul. masih sakit, dan kakinya bengkak sehingga kesulitan untuk jalan," kata Juru Bicara Gubernur Lukas Enembe, Rifai Darus di hadapan demonstran.
Markas Brimob Polda papua Digeruduk Massa
Sebelumnya, kelompok massa pendukung Lukas Enembe menggeruduk Mako Brimob Polda Papua di Kotaraja, Distrik Abepura, Kota Jayapura, Senin (11/9/2022) siang.
Mereka membentangkan spanduk dan pamflet berisi protes terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pemerintah Pusat.
Massa juga meminta KPK segera menghentikan proses pemeriksaan terhadap Gubernur Papua tersebut, yang dijadwalkan hari ini di Mako Brimob Polda Papua.
Pantauan Tribun-Papua.com di lokasi, massa memadati akses Jalan menuju Pasar Cigombong, tepat di depan markas Brimob.
Massa berjumlah ratusan orang ini berkumpul di Pasar Cigombong sejak pukul 09.00 WIT.
lalu menggelar longmarch menuju lokasi pemeriksaan Lukas Enembe, tak jauh dari titik kumpul massa.
Satu di antara orator aksi, Bayeam Keroman, mengatakan, demosntrasi kali ini sebagai aksi spontanitas rakyat Papua.
"Jakarta stop kriminalisasi dan intimidasi Gubernur Papua Lukas Enembe," kata Bayeam di hadapan Brimob yang berjaga.
Sementara itu, orator aksi lainnya, Benyamin Gurik menilai, proses pemeriksaan lembaga antirasuah tersebut merupakan bagian dari kriminalisasi terhadap Lukas Enembe.
“Kami minta proses ini dihentikan. Gubernur Lukas Enembe sepeser pun tidak pernah memakan uang rakyat Papua,” kata Benyamin Gurik dalam orasinya.
Pasalnya, pemeriksaan yang dilakukan KPK ini berpotensi menimbulkan konflik dan perpecahan di Bumi Cenderawasih.
(Tribunnews.com/Chrysnha /TribunPapua.com/Hendrik Rikarsyo RewapataraKompas.com/Fitria Chusna Farisa)