TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya hadir sebagai Dies Reader pada Sidang Terbuka, dalam rangka memperingati milad ke-61 Universitas Syiah Kuala (USK), di Banda Aceh, Kamis (15/9).
Menteri Siti Nurbaya juga memberikan orasi ilmiah berjudul Indonesia's Folu Net Sink 2030: Penguatan Tata Kelola dan Konservasi Sumber Daya Hutan Berbasis Lanskap, termasuk terkait pemanfaatan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL).
"Indonesia's Folu Net Sink 2030 diharapkan tidak hanya dapat mencapai target dalam penurunan emisi GRK, namun juga sekaligus dapat dijadikan momentum untuk mempercepat proses penguatan tata kelola lingkungan hidup dan kehutanan di Indonesia, dalam hal ini konservasi sumber daya hutan berbasis lanskap," kata Menteri Siti Nurbaya dalam keterangannya.
Berbicara lanskap di Provinsi Aceh, tidak terlepas dari Kawasan Ekosistem Leuser (KEL).
Keberadaan KEL, menjadikan Provinsi Aceh satu-satunya yang memiliki nilai kekayaan alam key wildlife atau hidupan liar kunci tertinggi dan terlengkap.
KEL juga merupakan satu-satunya kawasan hutan di Indonesia yang menjadi habitat empat satwa langka yakni harimau, gajah, orang utan, dan badak.
KEL adalah suatu lanskap luas yang terdiri dari lanskap konservasi, perlindungan, produksi, dan pemukiman masyarakat.
Ini menegaskan bahwa KEL bukan seluruhnya merupakan lanskap konservasi dan perlindungan, namun juga merupakan lanskap produksi dan pemukiman masyarakat.
"Lanskap produksi di KEL diperuntukkan untuk kegiatan ekonomi kehutanan yang mendukung perekonomian masyarakat lokal dan masyarakat adat serta sektor dunia usaha," tutur Menteri Siti.
Baca juga: Menteri LHK RI Ajak Menteri Iklim dan LH Norwegia ke Titik Rehabilitasi Mangrove di Balikpapan
Lebih lanjut, Menteri Siti menjelaskan bahwa KEL dengan luas areal lebih dari 2,5 juta hektar tidak sama dengan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) yang merupakan kawasan konservasi seluas lebih kurang 830 ribu hektar. TNGL menjadi bagian dari KEL.
"KEL itu jadi seperti watershed area, dimana pada areal tersebut terdapat segala kegiatan dengan land use dan Land Utilization Type atau LUT yang bermacam-macam menurut tradisi masyarakat. Jadi ada LUT konservasi, LUT pertanian rakyat, bahkan pemukiman. Jadi KEL merupakan ruang hidup yang dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. Jadi tidak berbeda dari Rencana Tata Ruang Wilayah," tutur Menteri Siti.
Dalam hal ini, Taman Nasional Gunung Leuser yang merupakan tulang punggung berdiri tegaknya KEL.
Namun, KEL yang termasuk lanskap produksi bukan merupakan bagian dari lanskap konservasi dan perlindungan, sehingga tetap dapat dimanfaatkan secara bertanggung jawab dan legal guna mendukung pembangunan berkelanjutan di Provinsi Aceh.
"Tidak ada yang perlu diperdebatkan mengenai apakah KEL dapat dimanfaatkan atau tidak, mengingat lanskap-lanskap di KEL tersebut merupakan satu satuan yang utuh, yang saling menopang dan memperkuat satu sama lain," tegas Menteri Siti.