TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - DPR RI sudah menerima Surat Presiden (Surpres) nama calon pengganti eks Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar.
"Memang saya sudah dapat kabarnya bahwa surpres itu sudah masuk, tapi kita belum rapim (rapat pimpinan) kan. Belum rapim, jadi nanti kita rapimkan dulu kemungkinan pekan depan," kata Wakil Ketua DPR RI Dasco di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (20/9/2022).
Anggota Komisi III DPR RI, Arsul Sani, mengatakan pihaknya bakal melakukan fit and proper test terhadap calon pimpinan KPK yang disodorkan Presiden Jokowi ke DPR.
Fit and proper test dilakukan lantaran yang diajukan dalam surat presiden (surpres) ada dua nama.
"Kan nama dari Presiden ada dua, yang dibutuhkan satu. Berarti kami harus pilih kecuali namanya yang dibutuhkan satu yang dikirimkan satu kan, berarti kami harus kemudian menyetujui atau tidak setuju," kata Arsul di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (20/9/2022).
Baca juga: Komisi III DPR Sebut 2 Nama yang Diajukan Jokowi Sebagai Calon Pimpinan KPK Pengganti Lili Pintauli
Soal kedua nama yang dimaksud, Arsul mendengar infonya yakni Johanis Tanak dan Nyoman Wara.
Keduanya diketahui telah mengikuti fit and proper test capim KPK di Komisi III pada 2019 lalu.
"Yang saya dengar kan namanya Pak Johanis Tanak kalau enggak salah, dan Pak Nyoman Wara kalau enggak salah ya yang dari BPK ya," tandas Arsul.
Berikut profil dua nama calon pimpinan KPK seperti dirangkum Tribunnews.com:
1. I Nyoman Wara
Nyoman Wara adalah putra Bali yang lahir di Karangasem, 9 Juli 1967.
Ia menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara dengan gelar Diploma III pada tahun 1989 dan menjadi Sarjana Ekonomi pada tahun 1994.
Sejak tahun 2016, I Nyoman Wara merupakan auditor utama investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Nyoman Wara adalah satu dari sembilan calon pimpinan (capim) KPK yang namanya diserahkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 2019 lalu.
Nyoman Wara memulai karirnya sejak tahun 1989 sebagai auditor BUMN Bank Indonesia hingga tahun 2001.
Sejak tahun 2001 hingga 2010, ia malang-melintang sebagai auditor di Bank Indonesia, Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) dan Kementerian Keuangan.
Kemudian kariernya di BPK dimulai pada Juli 2010 sebagai Kepala Perwakilan BPK RI Perwakilan Provinsi Banten.
Dikutip dari Kompas.com, Nyoman Wara memeriksa banyak kasus secara investigatif. Kasus itu antara lain terkait Bantuan Likuiditas Bank Indonesia ( BLBI), kasus Bank Century Tahap I dan II, kasus Rumah Sakit Sumber Waras, PLTU Ambon.
Kemudian kasus jasa Manajemen Proyek Pemboran Terpadu (MPPT) PT Pertamina EP Cepu ADK, hingga kasus pengadaan digital education classroom serta pengadaan alat scanner dan printer 3D di Pemprov DKI Jakarta.
Selain memeriksa kasus investigatif, Nyoman Wara juga melakukan penghitungan pada kasus-kasus yang mengakibatkan kerugian negara. Antara lain kasus BLBI, kasus penggunaan dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI).
Kasus pembangunan Wisma Atlet di Hambalang, Bank Century, dana pensiun Pertamina, payment gateway, mobile crane PT Pelindo II, hingga pengadaan shelter tsunami Pandeglang.
Dari banyak kasus yang ditanganinya itu, Nyoman juga mendapatkan sejumlah penghargaan. Di antaranya Satyalancana Wira Karya untuk audit investigatif kasus BLBI (2001).
Kemudian penghargaan Ketua BPK untuk aliran dana BI (2008) dan audit kasus Bank Century, serta Satyalancana Karya Satya 10 hingga 30 tahun.
2. Johanis Tanak
Johanis Tanak merupakan Direktur Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung RI (Direktur TUN Kejagung) yang lolos menjadi capim KPK.
Johanis Tanak sempat menjabat sebagai Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Riau pada 2014.
Setelah itu, ia juga sempat menduduki jabatan Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah pada 2016.
Harta kekayaannya menurut data LHKPN adalah 8,3 miliar.
Dikutip dari biskom.web.id, pada Juni 2019, Johanis Tanak telah berhasil mempertahankan disertasinya di hadapan 10 Guru Besar dalam Ujian Terbuka Gelar Doktor Program Studi Ilmu Hukum di Universitas Airlangga.
Disertasinya yang berjudul Kontrak Kerjasama Operasi (KSO) dalam Pekerjaan Jasa Konstruksi Milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengantarkan Johanis Tanak meraih gelar Doktor dengan predikat sangat memuaskan.
Ditengah kesibukannya Johanis Tanak nerhasil mendapatkan IPK tinggi yakni 3,80.
Selain itu, dikutip dari Kompas.com, Johanis Tanak sempat dicecar pertanyaan mengenai kasus korupsi yang dilakukan oleh oknum jaksa saat mengikuti seleksi KPK beberapa waktu lalu.
Salah satunya mengenai dua orang jaksa di Kejaksaan Negeri Yogyakarta dan jaksa di Kejaksaan Negeri Surakarta yang terkena kasus suap lelang proyek pada Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Kawasan Permukiman (PUPKP) Kota Yogyakarta Tahun Anggaran 2019.
"Seberapa parah kondisi korupsi kejaksaan?" tanya salah satu anggota panitia seleksi capim KPK, Al Araf.
Dirinya mengatakan bahwa integritas dan kepribadian dari jaksa yang bersangkutan menjadi problem utama yang menyebabkan banyak jaksa korupsi.
"Kalau seseorang punya integritas baik, maka pasti dia tak akan melakukan. Saya merasakan itu. Saya pelaku. Saya sering ditawarkan uang tapi demi tuhan saya tidak terima," kata dia.
Pada kesempatan itu, Johanis Tanak juga menyampaikan bahwa secara kelembagaan, Kejaksaan sangat serius untuk penanganan korupsi.
Kemudian Johanis Tanak juga mengungkapkan jika OTT yang selama ini digunakan artinya bertentangan.
Operasi yang berarti suatu kegiatan yang telah direncanakan, sedangkan tangkap tangan menurut ilmu hukum bukan direncanakan tapi seketika itu terjadi tindak pidana dilakukan, maka seketika itu ditangkap.
Hal itu disampaikan Johanis kepada awak media usai seleksi wawancara dan uji publik capim KPK di gedung Sesneg, Jakarta, Kamis (28/8/2019).
"Jadi bukan direncanakan ditangkap sehingga menurut saya secara ilmu hukum itu keliru (red-penerapan OTT). Idealnya, kita harusnya pahami," kata Johanis Tanak.
Pengganti Pimpinan KPK Menurut UU
Dalam keterangan pers, Ketua KPK Firli Bahuri menyatakan Presiden Joko Widodo sudah menyetujui pengunduran diri Lili.
“Bahwa atas pengunduran ini, Bapak Presiden RI telah menyetujui dan menandatangani
Kepres 71/P tahun 2022 tentang pemberhentian Pimpinan KPK Ibu Lili Pintauli Siregar, terhitung per tanggal 11 Juli 2022”, kata Firli.
Prosedur untuk mencari pengganti Lili diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002.
Menurut UU 19/2022, bahwa dalam hal terjadi kekosongan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Presiden Republik Indonesia mengajukan calon anggota pengganti kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Kemudian dalam Pasal 33 ayat (1) UU 19/2022, bila terjadi kekosongan pimpinan KPK, maka Presiden mengajukan penggantinya ke DPR.
Sedangkan dalam Pasal 33 ayat (2) disebutkan, anggota pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang tidak terpilih di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sepanjang masih memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 29.
Persyaratan yang dimaksud dalam Pasal 29 UU 19/2022 adalah WNI; bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; sehat jasmani dan rohani; berijazah sarjana hukum atau sarjana lain yang memiliki keahlian dan pengalaman paling sedikit 15 tahun dalam bidang hukum, ekonomi, keuangan, atau perbankan.
Kemudian berusia paling rendah 50 tahun dan paling tinggi 65 tahun pada proses pemilihan; tidak pernah melakukan perbuatan tercela; cakap, jujur, memiliki integritas moral yang tinggi, dan memiliki reputasi yang baik hingga tidak menjadi pengurus salah satu partai politik.