TRIBUNNEWS.COM - Kementerian Kelautan dan Perikanan mengusung lima program Ekonomi Biru dalam mengelola sektor kelautan dan perikanan di Indonesia guna menjaga kesehatan ekologi dan pertumbuhan ekonomi nasional secara berkelanjutan. Program-program Ekonomi Biru menawarkan banyak peluang usaha, khususnya bagi para startup (usaha rintisan).
Kelimanya meliputi perluasan kawasan konservasi dengan target 30 persen dari wilayah perairan Indonesia, penerapan kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota, dan pengembangan budi daya laut, pesisir dan darat yang ramah lingkungan. Selanjutnya penataan pemanfaatan ruang laut, pesisir, dan pulau kecil, serta pengelolaan sampah laut melalui program Bulan Cinta Laut.
"Potensi usaha bidang kelautan dan perikanan ini sangat besar, dan harapan kami dengan adanya lima program Ekonomi Biru bisa menjadi bahan bagi teman-teman startup untuk meyakinkan investor berinvestasi. Investor bisa masuk lewat ekosistem yang telah mereka (startup) bangun," ujar Asisten Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Media dan Komunikasi Publik Doni Ismanto dalam program talkshow Bincang Bahari Edisi 7 bertemakan Ekonomi Biru di Mata Startup yang berlangsung secara hibrid dari Kantor Pusat KKP di Jakarta, Kamis (22/9/2022).
Direktur Pemasaran Ditjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (Ditjen PDSPKP) Erwin Dwiyana menjelaskan potensi pasar perikanan di dalam maupun luar negeri sangat besar. Untuk di dalam negeri dapat dilihat dari terus meningkatnya Angka Konsumsi Ikan Nasional dari tahun ke tahun, di mana tahun 2021 tercatat sebesar 55,37 kg per kapita.
Nilai perdagangan produk perikanan di pasar global juga meningkat. Jika tahun 2020 angkanya mencapai USD152 miliar, tahun 2021 meningkat menjadi USD164 miliar berdasarkan laporan Rabobank Market Research. Udang menjadi komoditas ekspor unggulan Indonesia.
"Profil pasar ekspor kita, sejauh ini Amerika Serikat masih menjadi pasar utama dengan nilai ekspor terus meningkat. Tiongkok, ASEAN, Jepang, dan Uni Eropa juga menjadi tujuan ekspor produk perikanan kita, dan nilainya terus meningkat juga," ungkap Erwin.
Direktur Perbenihan Ditjen Perikanan Budi Daya KKP, Nono Hartanto mengungkapkan peran teknologi digital sangat dibutuhkan untuk mendorong produktivitas dan kualitas hasil budi daya dalam negeri sesuai prinsip Ekonomi Biru. Sayangnya, saat ini masih minim pembudi daya yang mengedepankan teknologi digital sebagai penyokong aktivitas produksi.
Untuk itulah, peran startup menurutnya sangat penting dalam mendukung digitalisasi perikanan budi daya di Indonesia. Misalnya dalam hal teknologi pengelolaan air dan kesehatan ikan, desain kolam, tambak maupun keramba jaring apung, pemetaan lokasi tambak, pemberikan pakan, hingga peralatan pendukung kegiatan budi daya lainnya yang kebanyakan masih impor.
"Inilah hal-hal yang masih sangat terbuka untuk teman-teman startup untuk berkecimpung di dalam budi daya ikan. Kami juga berberharap digitalisasi ini bisa menguntungkan pembudi daya, dengan memperpendek jalur penjualan sehingga tidak lagi melalui pengumpul yang akhirnya margin yang diterima pembudi daya menjadi kecil," ungkapnya.
Selain narasumber dari KKP, Bincang Bahari Edisi 7 turut menghadirkan para pelaku usaha rintisan. Rata-rata menyambut baik program Ekonomi Biru yang diusung KKP karena dinilai memberikan peluang bagi para pelaku startup untuk mengembangkan usaha berbasis digital dengan melibatkan para nelayan, pembudi daya maupun sumber daya lainnya yang ada di sektor kelautan dan perikanan sebagai mitra kerja.
CEO Kalikan Dian Rachmawan menilai kolaborasi antara pemerintah dan startup memang sangat penting dalam implementasi program Ekonomi Biru pada sektor kelautan dan perikanan. Pihaknya belum lama ini telah menyepakati kerja sama dengan KKP melalui Ditjen PDSPKP dalam hal pengembangan pemasaran ikan hias air tawar di Indonesia.
Salah satu wujud kerja sama tersebut akan digelar lewat pameran ikan hias air tawar berskala internasional di Jakarta pada 14-16 Oktober 2022. Selain itu, pihaknya juga siap memberikan dukungan data yang dapat digunakan sebagai acuan pembuatan regulasi dan maupun program kerja di masa depan.
"Kami punya tiga nilai, pertama ekonomi berbasis kerakyatan, eksostis, ekologis. Nilai-nilai ini mengedepankan prinsip keberlanjutan, sama halnya dengan Ekonomi Biru. Meski masih muda, kami punya tekad menjadi pusat keunggulan hias air tawar di dunia," ungkapnya.
Untuk mencapai target sebagai pusat keunggulan ikan hias air tawar, pihaknya mengadopsi solusi digital salah satunya melalui pembangunan marketplace. Kemudian solusi fisikal berupa penguatan komunitas, pembangunan taman ikan hias air tawar yang di dalamnya berisi kegiatan edukasi hingga pameran.
People Strategic & Development eFishery Dimas Sandya menyebut sektor perikanan adalah masa depan dunia karena berkaitan dengan ketahanan pangan. Konsumsi protein yang berasal dari ikan budi daya khususnya, jumlahnya terus meningkat dan menjadi komponen penting dalam ketahanan pangan.
Diakuinya Indonesia adalah negara peringkat dua terbesar dalam hal potensi perikanan air tawar dan laut. Indonesia juga memiliki lahan yang cukup luas untuk kegiatan budi daya, serta sumber daya manusia yang cukup banyak untuk mendukung kegiatan tersebut.
Peluang itulah yang dikelola eFishery dengan menghadirkan solusi teknologi budi daya ramah lingkungan yang produktif. "Pasar ekspor sangat potensial dan Efishery berusaha melibatkan diri dalam komoditas di antaranya udang, ikan bandeng, nila melalui komunitas budi daya kami," ungkapnya.
CEO Fishlog Bayu Anggara mengapresiasi rencana kebijakan penangkapan ikan terukur yang menjadi bagian dari Program Ekonomi Biru KKP. Kebijakan ini menurutnya sejalan dengan usaha rintisannya di mana pihaknya melakukan digitalisasi cold storage di Indonesia menjadi terintegrasi.
Dengan sistem tersebut, Fishlog ingin menghadirkan kestabilan harga ikan, kualitasnya, serta meningkatkan kepercayaan pembeli lantaran ikan-ikan tersimpan dan terdata dengan baik. Saat ini pihaknya sudah mendigitalisasi 27 cold storage di Indonesia dengan total 5.000 metrik ton.
"Uniknya ikan ini ketika ditransportasikan, bisa datang dari mana aja. Ikan dari Banyuwangi misalnya bisa kita bawa ke Jakarta. Ikan dari Medan, misalnya bisa dibawa ke Surabaya, dan seterusnya. Ini artinya ketika ikan kita tangkap di satu daerah dan ini bisa dikonsumsi di daerah lain, akibatnya data ini jadinya kurang bisa menujukkan kestabilan (stok) ikan. Itulah mengapa inisiasi bagus sekali yang diberikan oleh KKP yaitu penangkapan ikan terukur, supaya tau ikan-ikan yang ditangkap di area tersebut bisa dicatat dan bisa dilacak. Ini langkah awal yang mungkin bisa kita kolaborasikan," ungkapnya.
Sementara itu Public Policy Aruna Rian Fiqi Saputra juga ikut mengapresiasi program Ekonomi Biru KKP. Pihaknya bahkan siap berkontribusi dalam implementasi program Ekonomi Biru, di antaranya yang sudah dilakukan yakni memberikan edukasi dan fasilitas alat tangkap ramah lingkungan kepada para nelayan.
"Lima program itu memberi peluang bagi kami untuk berkontribusi dalam mewujudkan Ekonomi Biru," ungkap Rian. (*)