TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK) Edwin Partogi mengungkap adanya upaya dari Putri Candrawathi untuk memanfaatkan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) demi melindungi diri dari kasus pembunuhan berencana Brigadir J.
Menurut Edwin, Putri menggunakan UU TPKS tersebut agar dirinya bisa terlihat sebaga korban pelecehan seksual yang harus dilindungi.
Edwin pun dengan tegas menolak adanya tindakan tersebut, karena upaya Putri tersebut dinilai mencederai undang-undang yang sebelumnya telah diperjuangkan oleh aktivis perempuan.
"Jadi (Putri melakukan) upaya menggunakan instrumen lain UU TPKS untuk mendapat justifikasi sebagai korban itu, itu yang kami tolak, enggak boleh dong," kata Edwin dilansir Kompas.com, Sabtu (24/9/2022).
Lebih lanjut Edwin menegaskan bahwa UU TPKS dibuat bukan untuk orang-orang seperti Putri Candrawathi yang sebelumnya telah terbukti berbohong laporan palsu terkait dugaan pelecehan yang dilakukan Brigadir J kepadanya.
Edwin menambahkan bahwa UU TPKS ini dibuat untuk melindungi korban yang asli atau sebenarnya, bukan korban palsu seperti istri Ferdy Sambo tersebut.
Baca juga: Kapolri Beberkan Alasan Putri Candrawathi Tidak Ditahan Meski Statusnya Tersangka
"Ini Undang-Undang TKPS bukan untuk melindungi orang-orang seperti (Putri) ini, (tapi) untuk melindungi korban sebenarnya, untuk melindungi real korban, bukan korban fake, korban palsu," tegas Edwin.
Menurut Edwin, UU TPKS ini tidak salah, tapi terkadang ada saja produk hukum yang disalahgunakan.
Yakni dengan memanipulasi fakta dan memanfaatkan instrumen yang ada, demi kepentingannya sendiri.
"Enggak ada yang salah sama Undang-Undangnya. Tapi, kalau orang mau manipulasi fakta, mau memanfaatkan instrumen yang ada untuk kepentingannya ya (pasti akan) ada saja," tuturnya.
Baca juga: Tak Ditahan di Kasus Pembunuhan Brigadir J, Putri Candrawathi Sudah Mulai Jalani Wajib LaporĀ
IPW: Tak Ada Pelecehan Seksual pada Istri Ferdy Sambo
Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso angkat bicara soal dugaan pelecehan terhadap istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi.
Sugeng Teguh Santoso menyebut dengan tegas tidak ada pelecehan seksual yang dialami Putri Candrawathi, namun yang ada adalah konsensual atau kesepakatan.
Sugeng Teguh Santoso menyebut isu pelecehan terhadap istri Ferdy Sambo yang disuarakan oleh Komnas HAM dan Komnas Perempuan itu adalah produk prakondisi.
Dia menjelaskan Prakondisi ini mulai dilakukan setelah peristiwa pembunuhan tanggal 8 Juli 2022.
Baca juga: Kamaruddin Simanjuntak Sebut Brigadir J Bocorkan ke Putri Candrawathi Jika Ferdy Sambo Menikah Lagi
Sugeng Teguh Santoso lalu membeber fakta tanggal 11 Juli 2022 ketika dia dihubungi anggota DPR RI yang menyampaikan versi istri Ferdy Sambo ada pengancaman, ditegur dan menembak.
"Bahkan dia bilang begini, 'Sambo itu menyesal, kenapa bukan dia sendiri yang menembak,'" ungkap Sugeng, Sabtu (17/9/2022).
Lalu, pada tanggal 15 Juli 2022 ada seorang komisaris besar polisi (Kombes) meminta bertemu dia.
"Dia anggota Satgassus menceritakan hal yang sama. Bahkan persentuhan fisiknya dikasih tahu. Dipegang kakinya, dibekap, dipakai pistol," terang Sugeng.
Baca juga: Putri Candrawathi Disebut Catut Nama Ajudan untuk Buat Rekening Bank, Kuasa Hukum Membenarkan
Dengan fakta-fakta ini, Sugeng lalu memastikan memang ada prakondisi tentang pelecehan ini termasuk ke Komnas Perempuan dan Komnas HAM.
Terkait pernyataan Komnas Perempuan yang menyebut ada dugaan pelecehan, menurut Sugeng memang ada basis teoritis yang dipakai yakni UU PKS.
Namun, yang menjadi persoalannya, apakah ada hasil visum et repertus psikiatrum dari istri Ferdy Sambo yang selalu mengaku mengalami trauma berat.
"Apakah ada asesmen polisi yang menunjuk psikolog atau psikiater forensik yang memeriksa sebab dia traumatik itu karena apa. Apakah melihat Yosua diitembak karena secara personal dekat atau karena dilecehkan," ujar Sugeng.
Baca juga: Komnas HAM Sebut Putri Candrawathi Dilecehkan, Kesimpulan Tidak hanya Berdasarkan Pengakuan Korban
Oleh karena itu Sugeng menilai jika tidak ada pelecehan seksual, tapi yang ada hanyalah konsensual.
"Tidak ada pelecehan seksual, yang ada konsensual. Peristiwanya ada tapi konsensual, kesepakatan," kata Sugeng.
Sugeng beralasan ada persitiwa itu, karena faktanya ada asisten rumah tangga (ART) bernama Susi yang menangis dan Kuat Maruf yang bersitegang dengan Brigadir J.
"Ini ada perjumpaan yang saya sebut konsensual itu ada. Entah antara siapa nih antara J (Brigadir J) atau antara KM (Kuat Baruf) dengan Ibu PC. Karena ini gelap di sini," katanya.
Baca juga: TANGGAPAN Komnas HAM soal Pernyataannya Tentang Putri Candrawathi Ikut Tembak Brigadir J
Pernyataan Sugeng ini didasari informasi yang dia dapat lalu dipetakan dengan fakta-fakta yang diangkat media.
"Jadi informasi itu sepotong, kita analisis. Pelecehan itu produk prakondisi. Pertemuan yang terjadi adalah sebuah konsensus. Saya petakan KM ribut dengan J. RR (Bripka RR) komunikasi dengan J ada. Kalau tidak ada pelecehan, tidak ada ketahuan sedang ada perjumpaan, gak ada ribut dong."
"Makanya saya menyayangkan jenderal katakanlah ada konsensual, atau ada pelecehan, kenapa harus demikian. Makanya ada informasi cek penggunaan obat," tukasnya.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Theresia Felisiani)(Kompas.com/Singgih Wiryono)