TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI melihat pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) terus terjadi.
Bahkan cenderung meningkat dari Pemilu 2019 sampai Pilkada 2020.
Berdasarkan data pelanggaran netralitas ASN Pemilu 2019, Bawaslu telah merekomendasikan atau meneruskan sebanyak 845 perkara ke Komisi ASN (KASN). Sedangkan pada Pilkada 2020 terdapat 1.398 kasus yang diteruskan ke KASN.
Anggota Bawaslu Puadi mengatakan ada enam faktor kenapa pelanggaran ini masih terus terjadi.
Adapun faktor pertama, dijelaskan Puadi adalah ihwal eratnya keterkaitan dengan mentalitas birokrasi yang jauh dari reformasi.
Kedua, kepentingan politik partisan ASN yang punya irisan kekerabatan atau kesukuan dengan calon.
Ketiga, digunakannya pemilu sebagai tukar guling untuk promosi jabatan.
“Yang keempat, adanya intimidasi dan tekanan orang kuat lokal yang terlalu dominan kepada ASN yang berada dalam cengkraman ekosistem yang tidak menguntungkan,” ujarnya saat memberikan arahan dalam Rapat Koordinasi Bawaslu Dengan Kepala Daerah di Kabupaten Badung, Bali, Selasa (27/09/2022) lalu.
“Kelima, penegakan hukum yang masih birokratis, terlalu banyak melibatkan pihak dan belum sepenuhnya memberikan efek jera pada para pelaku pelanggaran atas netralitas ASN. Keenam, politisasi birokrasi yang dilakukan oleh calon peseta pemilu,” tambahnya.
Baca juga: Bawaslu: Pelanggaran Netralitas ASN Masih Terus Terjadi dan Cenderung Meningkat
Puadi memberikan beberapa contoh kasus pelanggaran netralitas ASN pada Pemilu 2019 yang divonis bersalah oleh pengadilan.
Beberapa pelanggaran tersebut antara lain ASN yang berperan sebagai moderator kampanye tatap muka caleg DPRD Kabupaten.
Sedangkan dalam Pilkada 2020 juga ada beberapa kasus pelanggaran, di antaranya seorang lurah di Konawe Selatan mengirim pesan ke grup WhatsApp yang isinya mendukung seorang pasangan calon.
"Ini banyak hal, tidak hanya etik, tapi juga ada pidananya," cetus Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran, Data, dan Informasi itu.
"Strategi pengawasan yang dilakukan Bawaslu antara lain konektivitas pengawasan netralitas ASN dengan berbagai elemen pemerintah serta mendorong tumbuh kembangnya pengawasan partisipatif," imbuh Puadi.
Bawaslu berharap melalui Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK), para ASN dapat dibina dan diawasi secara konsisten sehingga pelanggaran serupa tidak terulang kembali pada pemilu mendatang.