TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Visi Law Office bekerjasama dengan Intrinsics menyelenggarakan acara Exclusive Workshop bertema “Doktrin Fiduciary Duty di Perseroan Terbatas dan Pertanggungjawaban secara Pribadi Direksi dan Komisaris terhadap Kerugian Perusahaan".
“Kami berterimakasih pada peserta yang hadir dari berbagai BUMN dan juga pada PT. Pertamina (Persero) serta PT. BNI (Persero) Tbk yang mendukung acara sebagai sponsor”, ujar Evi Sesunan, Ditektur INTRINSICS dalam keterangan yang diterima, Sabtu (1/10/2022).
Kegiatan ini diselenggarakan selama dua hari, pada tanggal 29-30 September 2022 dan diikuti oleh 70 (tujuh puluh) orang peserta yang berasal dari berbagai perusahaan BUMN/BUMD dan Perusahaan Swasta.
Penyelenggaraan workshop ini bertujuan untuk meningkatkan Pencegahan Korupsi dan kerugian negara di BUMN/BUMD, serta membangun perlindungan hukum bagi para direksi dan komisaris berdasarkan doktrin Fiduciary Duty dan Business Judgment Rules, khususnya yang diatur di UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara.
Adapun hadir sebagai narasumber untuk membahas dan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut yaitu Prof. Hikmahanto Juwana, selaku Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia; Dr. Yudi Kristiana, mewakili Jamdatun Kejaksaan RI, Feri Wibisono, Gumbira Budi Purnama, selaku Direktur Investigasi III, mewakili Kepala BPKP, Dr. Muhammad Yusuf Ateh, dan Febri Diansyah, selaku Managing Partner Visi Law Office.
Acara ini dimulai dengan pemaparan materi sesi pertama oleh Prof. Hikmahanto Juwana, Ph.D dengan pokok materi “Konsep Business Judgement Rules dalam Pengelolaan BUMN dan Perusahaan Publik”.
Baca juga: Lowongan Kerja BUMN PT Sucifindo, Buka untuk Lulusan S1 Teknik Informatika atau Sistem Informasi
Hikmahanto menjelaskan bahwa konsep ketidakmampuan Direksi untuk bertanggung jawab atas kerugian perseroan merupakan peraturan yang serupa dengan pasal 97 ayat (5) Undang-Undang Perseroan Terbatas, atau yang dikenal dengan konsep Business Judgment Rules.
"Namun, Undang-Undang Perseroan Terbatas berlaku untuk Perseroan Terbatas, sementara Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2022 berlaku untuk BUMN. Berdasarkan kedua peraturan ini, Direksi mempunyai kewajiban untuk memastikan tidak ada kerugian bagi korporasi, namun apabila terdapat kerugian, dia harus memastikan perbuatannya dilakukan dengan itikad baik dan kehati-hatian, tidak ada benturan kepentingan, dan didahului oleh tindakan pencegahan," katanya.
Kerugian Negara tidak Selalu Pidana
“Selanjutnya, tidak seharusnya kerugian negara yang ada di BUMN serta merta adalah masalah pidana. Karena sepanjang tidak ada niat jahat yang bisa dibuktikan di persidangan, kerugian negara tidak bisa dianggap sebagai kerugian negara sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Sekali lagi, sepanjang tidak ada niat jahat,” ujarnya.
Materi sesi kedua disampaikan oleh Dr. Yudi Kristiana, dengan topik materi “Diskresi dan Penyalahgunaan Wewenang dalam Tindak Pidana Korupsi”.
Dalam poin pemaparannya Yudi menyatakan bahwa
“Untuk menghindari kemungkinan adanya pertanggungjawaban pidana karena melakukan kesalahan dalam penyelenggaraan BUMN, perlu pemahaman yang in-depth tentang diskresi, penyalahgunaan wewenang, prinsip GCG, ultra vires & BJR, pertanggungjawaban pribadi direksi & komisaris, termasuk mitigasi risiko hukum melalui JPN," kata Yudi.
Dirinya Beliau juga menyampaikan bahwa Penerapan BJR oleh direksi dan komisaris dalam penyelenggaraan BUMN sangat penting karena dalam hal Direksi & Komisaris memenuhi prinsip BJR..