TRIBUNNEWS.COM - Kapolri Jenderal Listyo Sigit mengungkapkan soal kronologi tragedi maut di Stadion Kanjuruhan Malang, Jawa Timur.
Kerusuhan maut terjadi pasca-laga Arema FC kontra Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, dalam lanjutan Liga 1, 1 Oktober 2022
Kejadian tersebut memakan korban jiwa hingga ratusan, termasuk dua anggota Polri.
Banyak pihak menyoroti kerusuhan di Stadion Kanjuruhan saat pertandingan Arema Vs Persebaya tersebut.
Bahkan kejadian itu menjadi viral di media sosial, dan diberitakan di seluruh media nasional.
Bahkan tidak hanya media nasional, media asing pun ikut serta mengunggah berita soal tragedi tersebut.
Baca juga: DAFTAR 20 Polisi Terduga Pelanggar di Tragedi Maut Kanjuruhan, 11 Personel Tembakkan Gas Air Mata
Kronologi versi polisi
Berikut kronologi lengkap versi polisi, yang diungkap oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit.
Awalnya pada tanggal 12 September 2022 panitia pelaksana (panpel) Arema FC mengirimkan surat kepada Polres Malang terkait permohonan rekomendasi pertandingan sepak bola Arema FC dan Persebaya yang dilaksanakan tanggal 1 Oktober 2022.
Kemudian Polres Malang, dan pihak polisi menanggapi surat dari panpel tersebut di mana mendorong panpel mengubah waktu pelaksanaan menjadi pukul 15.30 WIB dengan pertimbangan faktor keamanan.
Namun demikian permintaan tersebut ditolak oleh PT LIB, dengan alasan apabila waktunya digeser tentunya ada pertimbangan-pertimbangan yang terkait dengan masalah penayangan langsung dan lain-lain yang mengakibatkan dampak bisa memunculkan pinalti atau ganti rugi.
Adanya hal tersebut pengamanan polisi pun ditingkatkan, dari awalnya 1.073 personel bertambah menjadi 2.034 personel.
"Pun khusus untuk suporter yang hadir hanya dari Arema FC," kata Kapolri Jenderal Listyo Sigit, dikutip dari tayangan YouTube Kompas TV, Kamis (6/10/2022).
Acara pertandingan sempat lancar hingga keos
Diketahui pertandingan yang berjalan pukul 20.00 WIB sampai dengan selesai, skor berakhir dengan dua untuk Arema FC dan 3 untuk Persebaya.
Jenderal Listyo Sigit mengatakan proses pertandingan semua berjalan lancar, tapi di akhir pertandingan muncul reaksi dari suporter terkait dengan hasil yang ada.
Sehingga muncul beberapa suporter yang masuk ke lapangan.
Baca juga: Berita Foto : Duka dan Tuntutan Penuntasan Tragedi Kanjuruhan
"Terkait hal tersebut tentunya tim kemudian melakukan pengamanan khusus terhadap official pemain, khususnya pemain Persebaya dengan menggunakan 4 kendaraan taktis barakuda, dan proses evakuasi berjalan cukup lama, hampir satu jam karena sempat terjadi kendala dan hambatan, karena memang terjadi penghadangan."
"Tapi kemudian berjalan lancar dan evakuasi pada saat itu dipimpin langsung oleh Kapolres, di sisi lain di saat yang bersamaan penonton semakin banyak yang turun ke lapangan sehingga pada saat itu kemudian beberapa anggota mulai melakukan kegiatan-kegiatan penggunaan kekuatan," ucap Kapolri.
"Seperti yang kita lihat ada yang menggunakan tameng, termasuk pada saat mengamankan kiper Arema FC saudara Adilson Maringa."
Penonton pun semakin banyak yang ke lapangan, dari tribun.
Beberapa personel mulai menembakkan gas air mata.
Kapolri menyebut terdapat dapat 11 personel yang menembakkan gas air mata.
Yakni, di tribun selatan 7 tembakan, tribun utara 1 tembakan dan ke lapangan 3 tembakan.
"Tentulah ini yang kemudian mengakibatkan para penonton terutama yang ada di tribun panik merasa pedih dan berusaha untuk segera meninggalkan arena," katanya.
Di satu sisi, lanjut Jenderal Listyo Sigit, tembakan tersebut dilakukan dengan maksud untuk mencegah agar penonton yang di tribun turun ke lapangan.
Hingga akhirnya para penonton yang terselimuti gas air mata tersebut, berdesakan berusaha untuk keluar.
Namun terdapat kendala, yakni tidak semua pintu di Stadion Kanjuruhan dibuka.
Diketahui di Stadion Kanjuruhan terdapat 14 pintu.
Baca juga: DAFTAR 6 Tersangka Tragedi Kanjuruhan, Termasuk Direktur Utama PT LIB Akhmad Hadian Lukita
"Seharusnya 5 menit sebelum pertandingan berakhir maka seluruh pintu tersebut seharusnya dibuka namun saat itu pintu dibuka namun tidak sepenuhnya, hanya berukuran satu setengah meter dan para penjaga pintu tidak berada di tempatnya."
Diketahui berdasarkan pasal 21 regulasi keselamatan PSSI menyebutkan bahwa penjaga pintu harus berada di tempatnya selama penonton belum meninggalkan stadion.
Selain itu, kata Kapolri terdapat besi melintang setinggi 5 cm yang dapat mengakibatkan penonton atau suporter menjadi terhambat pada saat melarikan diri melewati pintu.
Penonton yang berjumlah sangat banyak tersebut berdesakan, dan menyumbat pintu dengan waktu hampir 20 menit.
"Korban banyak yang mengalami patah tulang, trauma di kepala dan sebagian besar yang meninggal mengalami afeksia."
(Tribunnews.com/Garudea Prabawati)