News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kerusuhan di Stadion Kanjuruhan

Penderitaan Korban Tragedi Kanjuruhan, Selamat Tapi Hilang Ingatan dan Tak Bisa Melihat

Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi: Kevia Naswa Ainur Rohma (18), salah satu Aremanita (suporter wanita Arema FC) yang menjadi korban Tragedi Kanjuruhan saat ditemui di rumahnya di Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang, Jawa Timur, Rabu (12/10/2022). Naswa menjadi korban luka terkena gas air mata saat Tragedi Kanjuruhan, Sabtu (1/10/2022). Hingga hari ke-11 pasca-Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan ratusan orang itu, mata Naswa masih terlihat merah. Hingga kini tercatat korban Tragedi Kanjuruhan berjumlah 737 orang, 132 di antaranya meninggal dunia. SURYA/PURWANTO

TRIBUNNEWS.COM -- Meski bisa diselamatkan dari maut, sejumlah korban Tragedi Kanjuruhan kondisinya tetap memilukan.

Tepat berada pada lokasi kerusuhan usai pertandingan Arema vs Persebaya harus merasakan penderitaan yang luar biasa.

Mereka ada yang mengalami hilang ingatan, mata tak bisa melihat lagi karena asap dan patah tulang.

Aremania yang mengalami hilang ingatan karena peristiwa tersebut adalah Cahayu Nur Dewata.

Selain hilang ingatan, bola mata Cahayu masih terlihat memerah.

Baca juga: Sikap Shin Tae-yong soal Tragedi Kanjuruhan, Siap Tinggalkan Timnas Indonesia jika Ketum PSSI Mundur

Kondisi hampir serupa juga dialami Raffi Atha Dziaulhamdi (14), pelajar SMPN 2 Kota Malang yang selamat dari tragedi Kanjuruhan.

Sisa-sisa penderitaan masih ia rasakan karena kondisi matanya belum bisa normal.

Berikut rangkuman fakta selengkapnya.

1. Hilang ingatan

Kisah pilu menghampiri seorang Aremanita korban tragedi Kanjuruhan, Cahayu Nur Dewata hingga kini masih hilang ingatan.

Dua hari ini, Cahayu mencoba untuk mengingat-ingat peristiwa yang menewaskan 132 suporter usai laga Arema FC vs Persebaya Surabaya itu, Sabtu 1 Oktober 2022.

Dua hari ini hanya ponsel jadi temannya untuk mengingat peristiwa yang membuatnya terkapar saat berusaha keluar dari Stadion Kanjuruhan.

Cahayu juga sempat koma selama tiga hari di RSUD Kanjuruhan, Kabupaten Malang.

Perempuan yang belum genap berusia 16 tahun itu, hanya duduk lemas di kursi, sembari memegangi ponselnya saat ditemui Surya, Rabu (12/10/2022).

Ponsel ini menjadi saksi, dan menjadi alat untuk dirinya kembali mengingat tragedi di Stadion Kanjuruhan pada malam itu.

"Saya tidak ingat," kecap Cahayu, saat awak media mencoba menanyakan kondisi Cahayu saat di Stadion Kanjuruhan.

Dari keterangan ibunya, Nurul Aini, Cahayu ditemukan tergeletak di tribun 12 Stadion Kanjuruhan setelah pertandingan Arema vs Persebaya.

Baca juga: Komnas HAM Ungkap Asal Usul Cairan Diduga Miras yang Ditemukan Usai Tragedi Kanjuruhan

Cahayu, kemudian dibawa ke Rumah Sakit Wava Husada untuk menjalani perawatan.

Dengan kondisi yang kacau balau pada saat itu, Cahayu kemudian dirujuk ke RSUD Kanjuruhan untuk menjalani perawatan intensif.

Cahayu pun tak sadarkan diri selama tiga hari, dan sempat berteriak histeris setelah sadar dan melihat banyak orang di sekelilingnya.

"Yang menemukan posisi Cahayu ini anak pertama saya di Wava. Karena di sana tak segera mendapatkan pertolongan, kemudian dibawanya ke RSUD Kanjuruhan," ucapnya.

Baca juga: Abdul Haris Sebut Pintu Stadion Kanjuruhan Dibuka sebelum Laga Selesai, Komnas HAM: Terbuka, Kecil

2. Kelopak mata memerah

Saat menjalani perawatan di RSUD Kanjuruhan, kondisi Cahayu lemas, dan kelopak matanya berwarna merah.

Dari hasil diagnosa dokter, Cahayu mengalami pendarahan di otak, yang menyebabkan gegar otak ringan.

Hal ini yang menyebabkan, Cahayu kehilangan ingatan, dalam beberapa waktu terakhir.

"Saat di rumah sakit itu, kalau lihat orang banyak selalu berteriak ketakutan. Kadang juga melamun dan berbicara sendiri,"

"Yang dia ingat, adalah ingatan dirinya saat kecil, saat masih SD. Tapi yang kemarin-kemarin ini dia sudah lupa, seperti keputus-putus," ujarnya.

Cahayu Nur Dewata (kiri) dan Raffi Atha Dziaulhamdi (kanan). Para Korban Tragedi Kanjuruhan.

Kini, kondisi Cahayu masih nampak lemas. Kelopak matanya berwarna merah, akibat terkena gas air mata.

Tangan kanannya tak bisa digerakkan. Dia hanya bisa bermain ponsel untuk mengingat-ingat kembali kenangannya saat Tragedi Kanjuruhan.

"Baru kemarin ini saya pegangi ponselnya, setelah saya melihat kondisinya semakin membaik. Ya Alhamdulillah, setelah melihat ponselnya, perlahan-lahan, dia mulai ingat," ucapnya.

Sembari memegangi ponsel, Cahayu juga menunjukkan, foto-foto dia bersama temannya saat berada di tribun 12 Stadion Kanjuruhan.

Dia juga menunjukkan foto bersama teman perempuannya, yang menjadi korban meninggal dunia saat Tragedi Kanjuruhan.

"Ini teman saya. Namanya Najwa. Dia sudah meninggal dunia," kenang Cahayu sembari menunjukkan fotonya bersama almarhum di Stadion Kanjuruhan.

3. Jalani terapi

Saat ini, Cahayu menjalani rawat jalan di rumahnya yang berada di Jalan Pulau Galang No. 2, Ciptomulyo, Kota Malang.

Dia juga akan menjalani terapi untuk memulihkan kembali, tangan kanannya agar bisa digerakkan.

"Harapan saya, anak saya ini bisa segera sembuh, segera pulih, agar bisa kembali ceria. Karena sebelum kejadian dia selalu ceria. Dan selalu merawat neneknya yang saat ini juga sakit," tandasnya.

4. Bocah SMP matanya belum normal

Nasib pilu juga dialami Raffi Atha Dziaulhamdi (14), pelajar SMPN 2 Kota Malang yang selamat dari tragedi Kanjuruhan, namun kondisi matanya belum bisa normal.

Hingga kini, mata Raffi yang mengalami iritasi parah akibat terkena tembakan gas air mata saat tragedi Kanjuruhan itu masih berwarna merah.

Saat ditemui di rumahnya yang terletak di Jalan Prof Moh Yamin Gang 2A, Kelurahan Sukoharjo, Kecamatan Klojen, terlihat iritasi matanya cukup parah. Dimana pada bagian mata yang biasanya berwarna putih, kini seluruhnya berwarna merah.

"Saat itu, saya menonton di Stadion Kanjuruhan bersama kakak saya, Yuspita Nuraini (25) dan beberapa teman lainnya. Ketika itu, kami duduk di Tribun 10," ujarnya kepada TribunJatim.com, Minggu (9/10/2022).

Saat itu, tiba-tiba aparat keamanan menembakkan gas air mata tepat di hadapannya. Jaraknya pun cukup dekat, hanya sekitar 2 meter.

Ia pun berada di kepulan asap gas air mata selama 15 menit. Ia pun panik dan mencoba menyelamatkan diri naik ke area Tribun 12.

"Setelah itu saya sesak, dan di depan saya ada orang pingsan. Dan dari arah belakang, desak-desakan dan dorong-dorongan. Setelah itu, saya enggak bisa nafas, diam lalu pingsan. Kalau tidak

Saat ia sadarkan diri, posisinya sudah berada di bawah stadion. Ia lalu merasakan sakit di bagian mata.

Kemudian, Raffi pun dibawa oleh teman-temannya ke Rumah Sakit Teja Husada,

Disana, ia tak mendapatkan perawatan selama hampir 40 menit.

Hingga akhirnya, ia dibawa pulang oleh teman-temannya dengan kondisi mata yang sudah memerah pekat.

"Mata saya memerah, saat saya sadar dari pingsan. Di rumah sakit itu, saya enggak diperiksa sama sekali. Setelah itu, saya langsung dibawa pulang sama teman-teman," terangnya.

Setelah itu, ia pun tiba di rumahnya pada Minggu (2/10/2022) sekitar pukul 02.00 WIB. Ia langsung tidur dan ketika ia bangun, matanya tetap memerah.

"Setelah bangun tidur, sudah normal (penglihatan matanya). Cuma memang merah sampai sekarang," bebernya.

5. Bolak-balik rumah sakit

Sementara itu, ayah Raffi yakni Sutrisno (45) menuturkan setelah melihat kondisi anaknya seperti itu, ia langsung membawanya ke Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA) Malang.

Selama dua hari di RSSA, Raffi menjalani pemeriksaan mata dan diberikan 5 jenis obat.

"Cuma dikasih obat, tapi enggak saya tebus. Ada 5 obat, yang tiga obat lainnya enggak ada di luar rumah sakit," ungkapnya.

Setelah itu, ia membawa Raffi ke posko Tragedi Kanjuruhan Malang yang ada di Balai Kota Malang. Disitu, Raffi pun dirujuk ke Rumah Sakit Hermina Malang.

Dalam masa pemeriksaan, mata merah yang dialami Raffi akibat iritasi karena gas air mata.

Sutrisno mengungkapkan, pemeriksaan di RS Hermina tersebut dilakukan pada Rabu (5/10/2022) lalu. Dan hingga saat ini, ia terus memantau kondisi mata anaknya tersebut.

Jika selama satu pekan ini tak ada perubahan signifikan dari kondisi warna mata anaknya, ia akan kembali membawa anaknya ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.

"Kalau enggak ada perkembangan, nanti saya periksakan lagi ke rumah sakit," terangnya.

Di sisi lain, untuk kondisi kakak dari Raffi, yakni Yuspita Nuraini sebelumnya sempat merasa sesak nafas hingga beberapa hari pasca tragedi Kanjuruhan Malang.

Akan tetapi, saat ini kondisi kakaknya sudah mulai membaik dan tak merasakan lagi sesak nafas seperti yang dialami beberapa waktu lalu.

"Kalau dia (Yuspita) udah agak sembuhan. Tetapi dia kemarin-kemarin, sempat panas dingin dan sesak," pungkasnya.

6. Patah Tulang

Sementara Satria Bagus, korban tragedi Kanjuruhan lainnya harus dirawat di rumahnya setelah tulang kakinya patah.

Warga Jl Gatot Subroto Malang ini hanya bisa berbaring di kasurnya kaki kirinya dipasangi gips. Meski demikian, kondisi pemuda 20 tahun ini telah berangsur-angsur membaik.

Bagus mengaku saat kejadian, ia berada di tribun 12, ketika kerusuhan terjadi ada bom asap yang jatuh tidak jauh darinya.

Karenanya ia menghindari dengan berlari dan berusaha keluar lewat pintu, namun hal itu tidak bisa karena terjadi dorong-dorongan.

Karena terdorong, ia terjatuh dari tangga dan posisi kepala di bawah. (Surya/Putra Dewangga Candra Seta/Iksan Fauzi/Tribunnews.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini