Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak melakukan koordinasi dengan pihak kepolisian dalam kasus dugaan kekerasan seksual di sebuah empang di Kalideres, Jakarta Barat.
Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar mengatakan pihaknya memastikan korban mendapatkan pendampingan dan pemulihan dari trauma psikologis.
"Berdasarkan informasi terakhir dari Polres Jakarta Barat, saat ini korban dan pelaku sudah berada di Polres. Kami juga sudah melakukan koordinasi dengan petugas pos pengaduan (Satpel PPKS Jakbar),” ujar Nahar melalui keterangan tertulis, Minggu (16/10/2022).
Nahar memastikan pihaknya akan terus memantau pemberian layanan pendampingan psikologis hingga kondisi korban membaik.
Berdasarkan informasi, korban sudah tidak mengalami tekanan ataupun ketakutan. KemenPPPA juga mendorong agar korban tetap mendapatkan hak atas keamanan setelah kejadian tersebut.
“Saat ini korban sudah didampingi oleh Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) DKI Jakarta, dan sudah dilakukan visum et repertum yang menunjukkan terdapat luka di dubur korban. Selanjutnya, akan dilakukan visum et repertum juga untuk terduga pelaku, dan visum et psikiatrikum untuk anak korban dan anak pelaku,” ujar Nahar.
Baca juga: Polda DIY Duga Ada Motif Ekonomi Terkait Ribuan Konten Pornografi yang Disebar Grup Pedofil
Kasus ini mencuat setelah sebuah video viral di media sosial pada Minggu 9 Oktober 2022 yang diunggah oleh akun twitter @kautsarazhr1.
Sementara itu, kasus ini masih dalam proses Lidik.
Apabila terduga pelaku terbukti bersalah, maka berdasarkan tindak kejahatannya, dapat dikenakan sanksi sesuai Pasal 82 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan:
bBahwa setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 76 E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 5 milliar rupiah.