News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

SAS Institute Dorong Santri Masa Depan Harus Jadi Penggerak untuk Lingkungannya

Penulis: Reza Deni
Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Direktur Ekskutif SAS Sa’dullah Affandy

Laporan Reporter Tribunnews.com,  Reza Deni

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Said Aqiel Siradj (SAS) Institute menilai kaum santri pada masa depan tak hanya dituntut untuk memberdayakan diri sendiri dan kaumnya secara ekonomi, tapi juga mampu menjadi penggerak bagi lingkungannya.

Hal tersebut dikatakan Direktur Ekskutif SAS Sa’dullah Affandy dalam suasana Hari Santri yang jatuh pada Sabtu lalu.

Awalnya, Sa'dullah bicara soal pesantren yang lahir dari akar tradisi yang kuat, tidak hanya membawa dan mengajarkan keilmuan keislaman, tetapi juga mengakomodasi sekaligus merawat tradisi lokal.

"Tidak mengherankan jika pesantren mampu eksis menjadi kawah candradimuka bagi kaum intelektual Islam selama berabad-abad, bertahan menghadapi beragam gelombang perubahan zaman. Bahkan, pesantren tidak jarang menjadi aktor penggerak bagi perubahan itu sendiri, baik di masa Kolonial, hingga reformasi dewasa ini," kata Sa'dullah dalam keterangan yang diterima, Selasa (25/10/2022).

Sa'dullah menambahkan tantangan kaum santri saat ini, tentu tidaklah sama dengan era sebelumnya.

Menurutnya, kesenjangan politik nyaris tidak lagi terjadi di era keterbukaan ini. Setiap orang bebas untuk menyampaikan aspirasi politik dan pendapatnya masing-masing selama tidak mengganggu ketertiban umum atau bertentangan dengan peraturan yang ada.

"Meski demikian, kesenjangan ekonomi dan kerentanan sosial masih kita saksikan bersama, di mana jurang pemisah antara si kaya dengan si miskin semakin menganga," kata dia

Maka itulah, dia menilai inilah salah satu tantangan kaum pesantren dan pesantren dewasa ini, yakni bagaimana memberdayakan kaum santri secara ekonomi, bukan hanya mandiri untuk dirinya sendiri, tapi juga mampu menjadi penggerak bagi lingkungannya.

Kaum santri dewasa ini menurutnya harus mulai bergerak kembali dengan paradigma ekonomi kerakyatan sebagaimana dicita-citakan para founding father seperti Muhammad Hatta maupun KH. Wahab Chasbullah yang menggagas Nahdlatul Tujjar, sebuah wadah persatuan bagi para saudagar muslim dan ulama karena tergugah dengan kondisi kemiskinan rakyat akibat kolonialisme Belanda lebih dari satu abad yang lalu (1918).

Adapun Nahdlatul Tujjar sendiri kemudian menjadi salah satu embrio bagi lahirnya organisasi kaum santri terbesar di dunia, Nahdlatul Ulama (NU).

Baca juga: Jelang Hari Santri Nasional, SAS Institute Dorong Pesantren Terlibat EBT

"Dengan demikian, pada Hari Santri yang ke-8 ini, sangatlah tepat kiranya jika kaum santri dan pesantren, memusatkan pandangan pada kebangkitan ekonomi santri," kata Sa'dullah.

Secara politik, Sa'dullah menilai kaum santri telah memiliki panggung yang cukup terbuka untuk pentas, meskipun tentu belum sebanding dengan jasanya selama berabad-abad dalam membangun peradaban bangsa.

"Secara pemikiran, santri juga telah banyak memiliki profesor, apalagi doktor dalam berbagai bidang, baik lulusan dalam negeri maupun luar negeri," katanya.

"Namun, kalangan santri-pesantren, secara ekonomi dewasa ini, masih menjadi penghuni kelas menengah ke bawah. Inilah pekerjaan besar kaum santri ke depan. Sebuah tugas yang tidak lebih ringan dari perjuangan kaum santri dalam mengusir penjajah dan merebut kemerdekaan Indonesia," tandas Sa'dullah.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini