Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS COM, JAKARTA - Kelangkaan minyak goreng di berbagai daerah Indonesia beberapa waktu lalu diduga disebabkan karena adanya ketetapan dari pemerintah terkait Harga Eceran Tertinggi (HET).
Sebab, ketika pemerintah mencabut HET terhadap minyak goreng kemasan, peredarannya di pasaran kembali ramai.
Demikian diungkapkan Ketua Umum Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI), Sudaryono, saat bersaksi dalam sidang lanjutan perkara dugaan korupsi terkait pemberian fasilitas izin ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya, termasuk minyak goreng tahun 2021-2022, Selasa (25/10/2022).
"Iya betul (diduga karena HET)," kata Sudaryono di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta.
Baca juga: Sidang Kasus Korupsi Migor Ditunda Gegara Saksi Pegawai Kemenko Perekonomian Mangkir
Tak hanya itu, kata Sudaryono, kelangkaan minyak goreng juga diduga disebabkan karena kurang lancarnya distribusi ke para penjual.
Dari keluhan yang diterima APPSI, sambungnya, para penjual mempermasalahkan kurangnya distribusi minyak goreng.
"Menurut kawan-kawan karena kurangnya ke agen dan distributor. Keatasnya kemana lagi kita nggak jangkau," ujar Sudaryono.
Dia pun tidak mengetahui secara pasti apakah kelangkaan minyak goreng pernah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.
Ia hanya melihat kelangkaan itu terjadi pada 2022.
"Saya nggak monitor, aktif (di APPSI) juga belum lama," ungkapnya.
Hal senada juga diungkapkan Juniver Girsang selaku kuasa hukum terdakwa Komisaris PT Wilmar Nabati Group, Master Parulian Tumanggor.
Juniver berpandangan bahwa penyebab kelangkaan minyak goreng di pasaran memang karena adanya kebijakan dari pemerintah.
"Proses kelangkaan minyak goreng itu sudah terjadi sejak November-Desember. Dan kemudian, diterbitkan kebijakan-kebijakan. Kebijakan inilah yang menurut dia, bukan menyelesaikan masalah, tetapi mengakibatkan semakin langkanya minyak goreng," kata Juniver di Pengadilan Tipikor Jakarta.