Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah menyatakan keprihatinannya terhadap cara negara dalam merespons kematian atau musibah yang terjadi sebagai sesuatu yang biasa saja.
Seperti kematian pada kasus gangguan gagal ginjal akut misterius yang telah merenggut ratusan nyawa anak-anak di berbagai daerah Indonesia.
Hingga kini, tercatat sebanyak 255 kasus yang terjadi di 26 provinsi dan 143 anak meninggal dunia.
Padahal negara memiliki kewajiban untuk melindungi nyawa atau jiwa sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, dimana salah satu tujuan bernegara itu adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
"Harusnya ada konsen yang besar dari negara terhadap nyawa anak-anak, nyawa harapan, nyawa masa depan. Ini menjadi keprihatinan kita bersama seperti mempersoalkan nyawa hampir 1.000 petugas pemilu di masa lalu," kata Fahri dalam keterangannya, Kamis (27/10/2022).
Baca juga: Kemenkes: DKI Jakarta Provinsi Terbanyak Kasus Gangguan Ginjal Akut pada Anak
"Kemudian nyawa korban tragedi Kanjuruhan yang membuat kita pilu, dianggap berlalu begitu saja, tanpa ada satu keseriusan untuk melihat ini, ada problem yang sangat fatal. Menurut saya, agak aneh kalau kita lihat responnya, itu bukan cara kerja negara yang benar, korbannya anak-anak akibat sirup yang sudah dikonsumsi lama," ujar Fahri menambahkan.
Menurut Fahri, langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan memanggil para pelaku, pengawas, polisi dan jaksanya beberapa waktu lalu ke Istana Negara, setelah itu keluar perintah, pemain obat-obatan akan dikenai delik pidana, tidak menyelesaikan masalah yang sedang terjadi.
"Bukan begitu cara bekerja negara, negara harus menghargai separation of job, pembagian tugas. BPOM itu tidak boleh dilepaskan dari tanggung jawab, karena negara sudah mengimplan sistem pengawasan obat dan makanan," tegasnya.
Sehingga ketika dikemudian hari ada yang salah seperti ada yang keracunan dan ada yang meninggal, kata Fahri, negara harus menyalahkan dirinya dulu dan tidak boleh menyalahkan orang lain.
"Itulah cara bekerjanya sistem tapi yang terjadi negara selalu menyalahkan rakyat, menyalahkan pengusaha, pemain. Harusnya negara menyalahkan diri dulu, dan memeriksa apakah ada kebobolan sistem dalam dirinya terhadap konsumsi obat terlarang atau beracun yang menyebabkan kematian pada anak-anak saat ini," ujarnya.
Fahri menegaskan upaya Partai Gelora dalam menyikapi kasus gangguan gagal ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) pada anak ini adalah dalam sistem pada sektor kesehatan Indonesia agar pemerintah selalu siap dalam menghadapi krisis kesehatan yang terjadi.
"Nah, saya kira, Partai Gelora Indonesia akan selalu concern dengan perbaikan sistem untuk penataan sistem kesehatan kita. Negara harus punya kesiapan apa pun yang masuk ke dalam negeri kita," pungkasnya.
Seperti diketahui, meningkatnya kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) pada anak-anak telah menjadi perhatian yang serius.
Merujuk data Kementerian Kesehatan, hingga Senin (24/10) telah ditemukan 245 kasus di 26 Provinsi, dengan 141 kasus meninggal dunia (fatality rate 58 persen).
Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas menyampaikan, bahwa kasus GGAPA bukan masalah kecil sehingga langkah strategis perlu segera diambil dengan tetap mengutamakan keselamatan masyarakat.
Presiden Joko Widodo juga meinginstruksikan Kementerian Kesehatan untuk melakukan eksplorasi menyeluruh terkait faktor risiko penyebab GGAPA dan penguatan layanan kesehatan, serta BPOM diharapkan dapat segera menarik sementara dan menghentikan peredaran dari obat-obatan yang terindikasi tercemar etilen glikol (EG)/dietilen glikol (DEG).