Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dinamika menuju Pemilu 2024 makin hangat, dengan gencarnya upaya partai-partai politik menggalang koalisi.
Setelah Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dan Gerindra-PKB, digadang-gadang bakal terbentuk Koalisi Perubahan beranggotakan Nasdem, PKS, dan Demokrat.
Faktor krusial dalam pembentukan koalisi adalah siapa pasangan capres-cawapres yang bakal diusung.
Sejauh ini nama-nama yang dijagokan untuk menjadi calon presiden berkisar pada sosok Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Anies Baswedan.
Figur ketua umum atau tokoh partai seperti Puan Maharani dan Airlangga Hartarto berpeluang pula untuk berebut tiket capres.
Adanya ketentuan presidential threshold (PT) sebesar 20 persen membatasi berapa jumlah pasangan capres-cawapres yang bakal berlaga.
Dalam hal mencari cawapres yang bakal mendampingi capres, latar belakang kultural terkait Nahdlatul Ulama (NU) menjadi faktor yang diperhitungkan.
Tidak heran, mengingat besarnya pemilih di Pulau Jawa yang notabene banyak diasosiasikan dengan massa Nahdliyin.
Sebut saja nama-nama seperti Muhaimin Iskandar, Khofifah Indar Parawansa, Mahfud MD, hingga Yenny Wahid.
Dari sejumlah simulasi, survei Polmatrix Indonesia menunjukkan pasangan Ganjar-Yenny paling diunggulkan, dengan elektabilitas mencapai 40,6 persen.
Baca juga: PROFIL Yenny Wahid, Diusung PSI jadi Cawapres 2024, Eks Komisaris Garuda Indonesia serta Stafsus SBY
“Faktor NU diperhitungkan dalam memilih cawapres, terbukti dari simulasi pasangan Ganjar-Yenny paling unggul,” ungkap Direktur Eksekutif Polmatrix Indonesia Dendik Rulianto dalam siaran pers di Jakarta pada Sabtu (29/10/2022).
Pada simulasi tiga pasangan, Ganjar-Yenny mengalahkan Anies-Andika (31,2 persen) dan Prabowo-Puan (23,1 persen), sisanya tidak tahu/tidak jawab 5,1 persen.
“Prabowo-Puan didukung PDIP-Gerindra, sedangkan Anies-Andika oleh poros Nasdem,” Dendik menjelaskan.