News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Media Asing Soroti Komitmen Perusahaan Soal Penanganan Limbah Plastik

Penulis: Muhammad Fitrah Habibullah
Editor: Vincentius Haru Pamungkas
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi botol air minum PET

TRIBUNNEWS.COM - Masalah global penanganan limbah plastik kerap menimbulkan polemik. Global market leader AMDK pun tak luput dari sorotan. Terbaru, Media asal Jerman Deutsche Welle (DW) melaporkan ketidakjujuran perusahaan multinasional dalam menangani masalah tersebut.

DW melaporkan upaya greenwashing yang dilakukan sejumlah perusahaan multinasional asing terkait penanganan limbah plastik mereka. Media ini membeberkan permasalahan limbah plastik dari sejumlah perusahaan multinasional yang ternyata tak sesuai dengan keadaan sebenarnya.

Padahal, deretan perusahaan ini telah mengklaim melakukan penanganan limbah plastik sesuai regulasi dan tuntutan publik.

Dalam video berita di kanal YouTube DW Channel A berjudul ‘How These Companies Tried to Greenwash Their Plastic Waste dijelaskan bahwa delapan juta ton limbah plastik berakhir di lautan setiap tahunnya.

Hal tersebut terjadi lantaran beberapa global brand yang melanggar komitmen limbah plastik. DW menyoroti komitmen dan tagline ramah lingkungan dari perusahaan tersebut yang justru disinyalir menjadi aktor utama dibalik permasalahan masalah sampah plastik terbesar di dunia.

“Tapi banyak dari perusahaan ini justru secara konsisten menjadi pemegang rekor polutan plastik terburuk di dunia,” papar DW.

Menurut DW, dunia menghasilkan 350 juta ton sampah plastik pada 2019, tapi diperkirakan hanya 9 persen yang didaur ulang.

“Sebagian besar justru menyampah di lingkungan, sehingga meracuni lautan, tanah dan udara yang kita hirup,” jelas DW.

Dalam video berita tersebut, DW berkolaborasi dengan tim yang bergabung dalam European Data Journalism Network untuk mengolah ratusan data perusahaan, website, dan pemberitaan. Hal ini dilakukan untuk mengecek klaim tentang kemasan dan limbah plastik perusahaan.

Secara khusus, DW menyoroti perusahaan pangan global asal Prancis yang juga memproduksi AMDK botol plastik dengan berbagai macam merk di Indonesia.

DW menyoroti perusahaan tersebut yang gagal memenuhi komitmen untuk menggunakan 20%-30% botol plastik jenis Polyethylene Terephthalate (PET) hasil daur ulang pada 2011.

Pada 2014, perusahaan tersebut memasang target menjadi 25% dari hasil daur ulang. Hasilnya, produk AMDK perusahaan global kembali tak mencapai target lantaran hanya menggunakan 19,8% botol PET pada 2020.

Rendahnya tingkat daur ulang sampah plastik di Indonesia

Permasalahan sampah plastik di Indonesia berkutat pada rendahnya tingkat daur ulang. Wawan Some dari Komunitas Nol Sampah membenarkan hal tersebut pada webinar tentang kemasan galon guna ulang dan ekonomi sirkular di Jakarta pada Oktober lalu.

“Daur ulang di Indonesia sangat rendah, bahkan di dunia pun sangat rendah. Selain plastik yang digunakan sangat beragam, masyarakat sendiri tidak pernah melakukan pemilahan langsung dari sumbernya,” ujar Wawan. 

Wawan menambahkan bahwa ketika sampah plastik segala jenis bercampur, maka diperlukan biaya yang sangat besar untuk pengolahannya.

“Sentra-sentra daur ulang pun hanya di titik-titik tertentu,” tambahnya.

Menanggapi hal tersebut, Karyanto Wibowo, Direktur Sustainable Development Danone Indonesia mengatakan bahwa pihaknya akan menggunakan sebanyak mungkin kemasan bahan daur ulang (dari plastik jenis PET).

Karyanto juga menyatakan target yang sama dengan kantor pusat Danone Prancis, yakni penggunaan 50% botol PET hasil daur ulang untuk AMDK Danone-Aqua pada 2025 di Indonesia.

“Kami harus berinovasi dan harus mengerti kebutuhan konsumen,” kata Karyanto. “Kami harus  transparan dan terbuka pada konsumen, untuk menyampaikan opsi yang memang lebih baik untuk kesehatan dan lingkungan kita.”

Meski begitu, perhatian khusus tetap tertuju pada produk galon polikarbonat (PC) milik Danone-Aqua dan perusahaan AMDK lain yang mengandung bahan kimia Bisphenol A (BPA), tentunya hal ini menyangkut kepedulian terhadap kesehatan konsumen.

Merespon hal tersebut, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI telah mengeluarkan rencana regulasi untuk pelabelan galon guna ulang polikarbonat, dengan label “Berisiko Mengandung BPA”.

Hal ini perlu dilakukan untuk memperingatkan konsumen terkait bahan kimia BPA yang bisa membahayakan pada kemasan galon guna ulang polikarbonat. Tak sendirian, BPOM RI mencontoh banyak negara untuk regulasi dan pengetatan BPA ini.

Senada dengan BPOM, Zainal Abidin dari Laboratorium Teknologi Polimer dan Membran Fakultas Teknologi Industri, ITB, dalam webinar yang sama juga menyatakan perlunya ada peringatan pada kemasan galon.

“Paparan sinar matahari akan merusak kimia dari galon itu sendiri, dan proses kerusakannya bisa melarutkan bahan-bahan kimia yang membahayakan air yang ada di dalamya,” kata Zainal Abidin.

Zainal Abidin juga menekankan perlunya ada anjuran dari produsen terkait petunjuk penyimpanan galon guna ulang.

“Saran saya, harus ada anjuran yang tegas dari produsen, agar (galon guna ulang) disimpan di tempat yang tidak terpapar sinar matahari langsung, dan di tempat yang teduh,” tutupnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini