Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdi Ryanda Shakti
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Police Watch (IPW) menilai kasus pemukulan yang dilakukan terduga anak Kombes mengisyaratkan jika mentalitas kekerasan sudah tumbuh pada calon taruna Akademi Kepolisian (Akpol).
Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso menyebut seharusnya reformasi kultural Polri sudah dimulai untuk para calon taruna untuk menghindari mentalitas kekerasan, merendahkan martabat, hingga lindung melindungi.
"Terjadinya penganiayaan yang dilakukan seorang calon Akpol RC kepada calon Akpol lain berinisial FB, ini sudah menunjukan bahwa bibit-bibit mentalitas kekerasan sudah ada pada calon Akpol RC," kata Sugeng saat dihubungi Tribunnews.com, Sabtu (19/11/2022).
Dia meminta agar penyidik Polres Metro Jakarta Selatan untuk sungguh-sungguh dalam menangani kasus tersebut tanpa pandang bulu.
"IPW mendesak agar proses hukum terhadap pelaku kekerasan diproses oleh polres jaksel tidak pandang bulu apalagi melindungi walaupun ayahnya adalah seorang anggota polisi berpangkat Kombes," ucapnya.
Baca juga: Diduga Gara-gara Topi, Anak Kombes Aniaya Teman hingga Memar dan Trauma
Lebih lanjut, tindakan RC, kata Sugeng, harus bisa menjadi catatan agar tidak diloloskan sebagai taruna Akpol.
Di sisi lain, Sugeng berucap terkait pelatih yang saat itu mengetahui aksi penganiayaan namun menghiraukannya harus diberikan sanksi tegas.
"(Pelatih) harus diperiksa dan diberikan satu sanksi, sanki disiplin maupun etik," tuturnya.
Mengaku Dianiaya Anak Kombes
Sebelumnya, ibu korban bernama Yusna mengaku sudah melaporkan insiden pemukulan yang diterima anaknya ke Polres Metro Jakarta Selatan.
Laporan tersebut terdaftar dengan nomor LP/3596/XI/2022/RJS pada Sabtu, 12 November 2022.
Adapun Yusna menceritakan insiden yang terjadi saat anaknya tengah melakukan bimbingan belajar (bimbel) jasmani di kawasan Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta Selatan, Sabtu (12/11/2022) lalu.
Baca juga: Keluarga Korban Pemukulan Terduga Anak Kombes di PTIK Belum Terima Hasil Visum
Yusna menyebut anaknya dipukuli oleh anak petinggi di Korps Bhayangkara karena dituding menyembunyikan topi.