Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koordinator Informasi dan Komunikasi Polhukam Kemenkominfo, Dikdik Sadaka mengatakan, penyusunan RUU KUHP lebih mengedepankan nilai budaya bangsa.
Penyesuaian terhadap KUHP sebagai produk hukum zaman kolonial, menurut Dikdik, sangat penting dilakukan agar lebih sesuai dengan dinamika masyarakat yang ada saat ini.
"Kami harap melalui sosialisasi ini, masyarakat menjadi lebih paham urgensinya dan turut mendukung pembaruan KUHP hasil buatan anak bangsa," jelas Dikdik melalui keterangan tertulis, Senin (21/11/2022).
Hal tersebut diungkapkan oleh Dikdik saat sosialisasi RKUHP di Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Penyusunan RKUHP mulai dirancang sejak tahun 1970 hingga 2022. Berbagai diskusi publik dan sosialisasi telah dilalui dengan melibatkan berbagai unsur masyarakat.
Baca juga: LBH Jakarta Desak DPR Hapus Pasal Penghinaan Terhadap Presiden dan Wakil Presiden di RKUHP
Hal ini melahirkan draf RKUHP terbaru yang mengakomodasi banyak hal dari masukan berbagai pihak.
Sementara itu, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Harkristuti Harkrisnowo mengatakan, ada beberapa landasan berpikir dalam membangun RKUHP yang saat ini sedang menunggu pengesahan di DPR.
Salah satunya ialah perubahan paradigma pidana dan pemidanaan dalam RKUHP memperhatikan perkembangan internasional dan kearifan lokal.
"Supaya kita tidak kehilangan akar dalam menyusun hukum yang berlaku untuk seluruh rakyat Indonesia," ujarnya.
Sekretaris Program Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat, Mispansyah mengatakan, bahwa kalau dilihat dari draf tanggal 6 Juli 2022 yang sebelumnya ada 632 Pasal.
Kini di draf terbaru tanggal 9 November 2022, sangat jauh sudah terjadi perubahan menjadi 627 Pasal.
"RKUHP telah mengakomodasi berbagai kepentingan termasuk nilai-nilai universal yang ada,” pungkas Mispansyah.