Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Hakim Agung Gazalba Saleh sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA).
Hakim agung kamar pidana itu diduga dijanjikan uang 202 ribu dolar Singapura.
Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto menjelaskan, kasus ini berawal ketika adanya perselisihan di internal Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana pada awal 2022.
Permasalahan itu berakhir dengan laporan pidana dan perdata.
"Yang berlanjut hingga proses persidangan di Pengadilan Negeri Semarang," kata Karyoto saat jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (28/11/2022).
Baca juga: BREAKING NEWS: KPK Resmi Tetapkan Hakim Agung Gazalba Saleh Sebagai Tersangka
Setelahnya, debitur KSP Intidana Heryanto Tanaka meminta advokat Yosep Parera dan Eko Suparno untuk mengurus dua perkara itu.
Dalam kasus ini, Heryanto melaporkan pengurus KSP Intidana Budiman Gandi Suparman atas tudingan pemalsuan akta dan putusan di tingkat pertama pada Pengadilan Negeri Semarang.
"Terdakwa Budiman Gandi Suparman dinyatakan bebas (atas putusan tingkat pertama)," kata Karyoto.
Putusan bebas itu membuat jaksa mengajukan kasasi ke MA.
Heryanto juga meminta Yosep dan Eko untuk mengawal kasasi tersebut.
Baca juga: KPK Siap Hadapi Gugatan Praperadilan Hakim Agung Gazalba Saleh
Yosep dan Eko kemudian meminta bantuan PNS di MA Desy Yustria untuk mengondisikan putusan kasasi.
Desy dijanjikan uang 202 ribu dolar Singapura yang setara dengan Rp2,2 miliar.
Setelah mendengar janji itu, Desy langsung menghubungi staf Kepaniteraan MA Nurmanto Akmal.
Nurmanto kemudian meminta bantuan staf Hakim Agung Gazalba Saleh, Redhy Novarisza dan Hakim Yustisial Prasetio Nugroho.
"Adapun salah satu anggota majelis hakim yang ditunjuk untuk memutus perkara terdakwa Budiman Gandi Suparman saat itu adalah GS (Gazalba Saleh)," ujar Karyoto.
Kongkalikong ini membuat kubu jaksa memenangkan kasasi.
Baca juga: Perketat Seleksi Hakim Agung, KY: Lihat Rekam Jejaknya hingga Turun ke Lingkungan Tempat Tinggal
Sehingga, Budiman dinyakatan bersalah dan dihukum penjara selama 5 tahun.
Karena sudah menang, Yosep dan Eko menyerahkan uang tersebut secara tunai ke Desy. Pembagiannya belum dilakukan.
"Mengenai rencana distribusi pembagian uang 202 ribu dolar Singapura dari DY (Desy) ke NA (Nurmanto), RN (Redhy), PN (Prasetio) dan GS (Gazalba) masih terus dikembangkan lebih lanjut oleh tim penyidik," tutur Karyoto.
Total, sudah ada 13 tersangka yang ditetapkan KPK dalam kasus ini.
Mereka yakni Hakim Agung, Gazalba Saleh; Hakim Yustisial, Prasetio Nugroho; dan staf Gazalba, Redhy Novarisza.
Sepuluh lainnya yakni Hakim Agung, Sudrajat Dimyati; Hakim Yudisial atau panitera pengganti, Elly Tri Pangestu (ETP); dua aparatur sipil negara (ASN) pada Kepeniteraan MA, Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH); serta dua ASN di MA, Nurmanto Akmal (NA) dan Albasri (AB).
Kemudian, pengacara Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES) serta Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana Heryanto Tanaka (HT), dan Debitur Koperasi Simpan Pinjam Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).
Dalam kasus ini, Gazalba, Prasetio dan Redhy disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau b Jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Heryanto Tanaka, Yosep Parera, Eko Suparno, dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto sebagai pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 huruf c Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sedangkan Sudrajad Dimyati, Desy Yustria, Elly Tri Pangestu, Muhajir Habibie, Nurmanto, dan Albasri sebagai penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau b Jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.