Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akan kembali menggelar sidang lanjutan perkara dugaan pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua, Rabu (30/11/2022).
Adapun dalam sidang tersebut, para terdakwa yakni Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada Eliezer, Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf akan bersaksi satu sama lain.
Hal itu dikonfirmasi langsung oleh Pejabat Humas PN Jakarta Selatan Djuyamto, yang menyebut kalau sidang pertama akan digelar untuk terdakwa Eliezer dengan saksi Kuat Ma'ruf dan Ricky Rizal.
"Rabu besok masih ada sidang agenda keterangan saksi KM (Kuat Ma'ruf) dan RR (Ricky Rizal) menjadi saksi untuk perkara terdakwa Bharada E," kata Djuyamto saat dikonfirmasi wartawan, Selasa (29/11/2022).
Selanjutnya kata Djuyamto, akan digelar sidang untuk terdakwa Kuat Ma'ruf dan Ricky Rizal dengan saksi yang akan dimintai keterangan yakni Richard Eliezer.
Djuyamto hanya memastikan kalau sidang tersebut bakal digelar di ruang sidang utama PN Jakarta Selatan.
"Sebaliknya, keterangan saksi Bharada E untuk perkara terdakwa KM dan RR," tukas Djuyamto.
Ferdy Sambo Minta Maaf ke Penyidik Polres Jaksel
Mantan Kadiv Propam Polri sekaligus terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua, Ferdy Sambo mengutarakan permohonan maaf kepada para penyidik Polres Metro Jakarta Selatan.
Hal itu diungkapkan Ferdy Sambo dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (29/11/2022).
Diketahui, dalam sidang tersebut, turut dihadirkan beberapa penyidik Polres Jaksel sebagai saksi oleh jaksa penuntut umum (JPU), mereka di antaranya eks Kasat Reskrim Polres Jaksel Ridwan Soplanit dan Kanit I Reskrim Polres Jaksel Rifaizal Samual.
Ungkapan maaf itu disampaikan Ferdy Sambo sekaligus merespons pernyataan Ridwan Soplanit yang merasa kecewa turut dikorbankan dalam perkara ini.
"Jadi saya atas nama pribadi dan kelurga menyampaikan permohonan maaf adik-adik saya. Saya sangat menyesal," kata Ferdy Sambo dalam persidangan.
Baca juga: Minta Maaf ke Penyidik Polres Jakarta Selatan karena Jadi Korban, Ferdy Sambo: Saya Sangat Menyesal
Ferdy Sambo meminta maaf atas keterangan bohong yang disampaikannya pada awal penyidikan oleh Polres Metro Jakarta Selatan.
"Karena saya sudah memberikan keterangan tidak benar di awal-awal," ujarnya.
Dalam permohonan maafnya, Sambo juga mengungkapkan, telah berupaya menyampaikan kepada Komisi Kode Etik Polri agar para penyidik Polres Jakarta Selatan tak dihukum.
"Pada sidang kode etik, di semua pemeriksaan saya sudah sampaikan adik-adik ini enggak salah. Saya yang salah."
Sayangnya, mereka tetap dijatuhi sanksi etik karena dianggap mengetahui peristiwa pembunuhan ini.
Oleh sebab itu, dia menyatakan perasaan menyesal atas kejadian tersebut.
"Saya bertanggung jawab karena mereka seperti ini menghadapi proses mutasi. Sehingga saya setiap berhubungan penyidik dan adik-adik saya, saya pasti akan merasa bersalah," ucap Sambo.
Tak hanya Sambo, Putri Candrawathi pun turut melontarkan permohonan maaf atas sanksi yang telah diterima para penyidik Polres Metro Jakarta Selatan.
"Saya dan keluarga memohon maaf kepada bapak-bapak anggota Polri yang hadir hari ini sebagai saksi. Mereka harus menghadapi semua ini dan harus mendapatkan hambatan dalam berkarir," kata Putri di dalam persidangan.
Sebelumnya, mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Ridwan Soplanit kembali dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) sebagai saksi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (29/11/2022).
Ridwan dihadirkan untuk terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi secara langsung dalam ruang sidang.
Di persidangan, Ridwan turut mengungkapkan perasaannya kepada Ferdy Sambo. Kata dia, akibat terseret kasus tewasnya Nofriansyah Yoshua Hutabarat kariernya di Polri harus terhambat.
Hal itu bermula atas pertanyaan majelis hakim PN Jakarta Selatan kepada Ridwan soal sanksi apa yang diterimanya karena kasus ini.
Baca juga: Minta Maaf ke Penyidik Polres Jaksel, Ferdy Sambo: Saya Sangat Menyesal
"Saudara mendapatkan hukum apa?" tanya majelis hakim Wahyu Iman Santosa dalam persidangan.
"Demosi yang mulia," kata Ridwan.
"Demosi selama?" tanya lagi hakim Wahyu.
"8 tahun yang mulia," kata Ridwan.
Dari situ majelis hakim menanyakan apa kesalahan Ridwan Soplanit dalam kasus ini sehingga harus menerima demosi atau pemberhentian kenaikan pangkat di Polri.
Kata Ridwan, dirinya disebut tidak profesional saat menjalankan tugas yang saat itu merupakan pimpinan tim olah TKP pertama di rumah dinas.
"Atas kesalahan apa?" tanya lagi hakim.
"Kurang profesional yang mulia," jawab Ridwan.
"Di mana letak tidak profesional?" timpal Hakim Wahyu.
"Mulai dari oleh TKP yang mulia, kemudian barang bukti diambil alih oleh pihak lain," jawab Ridwan.
Akibatnya kata Ridwan, saat ini dirinya harus ditempatkan di Divisi Pelayanan Markas (Yanma) Polri.
Tak hanya itu, Ridwan juga mengaku tak bisa melanjutkan sekolah dinasnya untuk melanjutkan ke pangkat yang lebih tinggi.
"Dan saudara akhirnya terhambat untuk melanjutkan karir saudara?" tanya majelis hakim.
"Betul yang mulia," jawab Ridwan.
"Akibat peristiwa ini?" tanya lagi hakim memastikan.
"Betul yang mulia," jawab Ridwan.
Dalam kesempatan ini, akhirnya, Ridwan Soplanit meminta kesempatan untuk berbicara kepada Ferdy Sambo.
Secara garis besar, Ridwan menyesal kenapa Ferdy Sambo harus melibatkan dirinya dalam perkara ini.
"Mungkin sebelum saya beralih yang lain. Pertanyaan saya ke pak Sambo, kenapa kami harus dikorbankan dalam masalah ini?" ucap Ridwan.
Diketahui, dalam perkara ini ada puluhan anggota polri yang terkena sanksi etik profesi dan sebagian besarnya dipindahkan posisinya serta bahkan ada beberapa yang diputus pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).
Diberitakan, Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.
Baca juga: Ferdy Sambo Minta Maaf ke Mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan di Persidangan
Brigadir Yoshua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.
Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.