TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kebijakan pengendalian harga eceran tertinggi (HET) yang dilakukan Eks Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi diduga menjadi penyebab terjadinya kelangkaan minyak goreng (migor).
Kebijakan HET yang tak didukung persiapan implementasi yang cukup menyebabkan produksi migor jadi tidak tersedia di pasar.
Hal tersebut disampaikan saksi ahli yang merupakan ekonom sekaligus mantan Sekretaris Menko Perekonomian, Lukita Dinarsyah Tuwo dalam persidangan sebelumnya di kasus dugaan korupsi persetujuan ekspor crude palm oil (CPO) di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Otto Hasibuan selaku kuasa hukum terdakwa dari Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau Group, Stanley MA turut mengamini pernyataan saksi ahli.
Menurutnya berubah-ubahnya kebijakan HET membuat produsen justru enggan menjual produknya.
"Kebijakan pengontrolan harga yang dibuat Menteri Lutfi telah membuat migor menjadi langka. Sebab penetapan harga eceran tertinggi (HET) yang dikeluarkan membuat produsen enggan menjual produknya," kata Otto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (8/12/2022).
Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi) ini menerangkan peraturan Mendag yang berubah terkait kebijakan migor justru melahirkan kekacauan.
Misalnya saja perubahan harga pada kebijakan HET dilakukan mendadak sehingga tak ada waktu bagi distributor menyesuaikan harga sebagaimana aturan pemerintah.
"Kalau mau lakukan perubahan harga, aturan harus dikeluarkan setidaknya dua minggu sebelumnya, tidak bisa mendadak dan berharap distributor melakukan penyesuaian harga. Itu sama saja mau 'membunuh' distributor," jelas dia.
Baca juga: Sidang Korupsi Migor: Saksi Ahli Ralat Angka Kerugian Perekonomian Negara, Turun Rp1 Triliunan
Menurutnya, Eks Mendag Lutfi perlu dihadirkan guna memberi kesaksian dan penjelasan soal kebijakan penanganan kelangkaan migor tersebut.
"Pihak Kejaksaan harus memaksa Mendag Muhammad Lutfi yang sudah tiga kali mangkir untuk hadir," ucap Otto.
Selain itu Otto menjelaskan dalam dakwaan jaksa disebutkan terjadi kerugian perekonomian negara.
Namun hingga kini kata dia, tak dijelaskan rumusan untuk menyatakan kerugian perekonomian tersebut sebagai dampak kelangkaan migor.
"Tadi saksi ahli menyatakan, indikator kerugian perekonomian negara diakibatkan naiknya inflasi dan tingginya tingkat kemiskinan. Tapi tidak ada yang menyatakan bahwa kerugian perekonomian negara diakibatkan karena kelangkaan migor," terangnya.
Dalam perkara ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) mendakwa lima terdakwa kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (CPO) merugikan negara sejumlah Rp18.359.698.998.925 (Rp18,3 triliun).
Lima terdakwa dimaksud yakni ialah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI Indra Sari Wisnu Wardhana dan Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor.
Kemudian, Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley MA, General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang, Penasihat Kebijakan/Analis pada Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI), dan Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei.
"Yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yaitu merugikan keuangan negara sejumlah Rp6.047.645.700.000 dan merugikan perekonomian negara sejumlah Rp12.312.053.298.925," papar jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (31/8/2022).