TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Meski kini menjadi tersangka dan ditahan atas kasus tambang batubara ilegal di Kalimantan Timur (Kaltim).
Ismail Bolong tetap membantah memberikan uang setoran tambang barubara ilegal pada Kabareskrim Komjen Pol Agus Andrianto.
Bahkan kubu Ismail Bolong menantang Ferdy Sambo untuk membuktikan adanya pemberian uang setoran atau suap pada Kabareskrim Komjen Pol Agus Andrianto.
Sebelumnya Ferdy Sambo mengaku pernah memeriksa Kabareskrim soal perkara ini.
Ferdy Sambo bilang, dirinya menandatangani surat Laporan Hasil Penyelidikan (LHP) kasus tersebut pada 7 April 2022 ketika masih menjabat sebagai Kadiv Propam Polri.
Masih Menurut Ferdy Sambo, laporan hasil penyelidikan kasus itu sudah dia serahkan ke pimpinan kepolisian.
Namun, Divisi Propam Polri tak bisa mengambil tindakan lebih jauh karena kata dia, ada perwira tinggi Polri yang turut bermain dalam bisnis tambang ilegal itu.
Pernyataan Sambo itu dikuatkan oleh mantan anak buahnya, Hendra Kurniawan.
Eks Karo Paminal Divpropam Polri tersebut mengatakan, ada dugaan keterlibatan Kabareskrim dalam LHP kasus tambang batu bara ilegal.
Baca juga: Kubu Ismail Bolong Berani Tantang Ferdy Sambo Soal Upeti Tambang ke Kabareskrim
Seketika, tudingan Sambo dan Hendra itu dimentahkan Komjen Agus Andrianto.
Menurut Agus, jika benar dia terlibat, seharusnya dirinya tak dibiarkan begitu saja.
Agus mengatakan, pernyataan Hendra dan Sambo soal laporan hasil pemeriksaan kasus tersebut tidak serta merta membuktikan keterlibatan dirinya dalam kasus tambang ilegal.
Apalagi, dalam video terbaru Ismail Bolong, dia mengaku diintimidasi sehingga menyebut bahwa Kabareskrim terlibat kasus ini.
Agus pun bersikukuh mengatakan dirinya tak pernah diperiksa Sambo terkait kasus tambang batu bara ilegal.
Dia bahkan menantang Sambo untuk mengeluarkan berita acara pemeriksaan (BAP) kasus itu, jika memang perkataannya benar.
"Seingat saya enggak pernah (diperiksa) ya. Saya belum lupa ingatan," katanya saat dikonfirmasi, Selasa (29/11/2022).
Pengacara Ismail Bolong Tantang Ferdy Sambo Buktikan Jika Kliennya Menyuap Petinggi Polri
Tersangka kasus tambang batu bara ilegal, Ismail Bolong sempat disebut memberikan suap kepada petinggi Polri termasuk ke Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto.
Hal ini juga dikonfirmasi oleh eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo.
Terkait itu, Pengacara Ismail Bolong yakni Johannes Tobing membantah soal tudingan tersebut.
Dia bahkan menantang Ferdy Sambo untuk membuktikan soal hal tersebut.
"Jadi kalau Ferdy Sambo yang bicara berarti harus Ferdy Sambo yang membuktikan. Kalau kita lawyer (pengacara) ini. Siapa dia yang mendalilkan, harus dia membuktikan, terus nanti dia kalau bohong gimana, kalau dia prank gimana," kata Johannes saat dikonfirmasi, Sabtu (10/12/2022).
Johannes mengungkapkan pernyataan Ferdy Sambo itu bisa tercermin dalam keterangannya dipersidangan kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Lihatin saja, kan bisa nilai itu persidangannya asli atau tidak, benar atau tidak, bohong atau tidak," ucapnya.
Johannes kembali menegaskan jika kliennya itu ditetapkan sebagai tersangka hanya terkait kasus tambang ilegal.
"Kita kan penasihat hukum, harus membawa bukti. Kalau katanya-katanya terus bagaimana cara membuktikan itu kalau katanya-katanya," ujar Johannes.
Kompolnas Siap Kawal Kasus Tambang Ilegal Ismail Bolong, Polisi Harus Profesional dan Transparan
Ketua Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Benny Mamoto mengatakan pihaknya siap mengawal kasus tambang ilegal Ismail Bolong yang kabarnya menyeret nama Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto.
Pengawalan ini dilakukan agar proses penyidikan dilakukan secara profesional dan transparan.
"Kami dari Kompolnas akan mengawal, me-supervisi, kami juga akan koordinasi nanti terkait bagaimana proses penyidikannya, kendalanya dan sebagainya, (tujuannya) untuk memastikan proses penyidikan ini dilakukan secara profesional dan transparan," kata Benny dikutip dari Kompas Tv.
Libatkan PPATK
Sebagaimana diketahui polisi saat ini telah menetapkan Ismail Bolong beserta dua tersangka lain dalam kasus tambang ilegal di Kalimantan Timur.
Namun, hingga kini polisi belum juga mengumumkan perkembangan kasus dugaan gratifikasi yang dilakukan Ismail Bolong.
Benny mengungkapkan dalam proses penyelidikan diperlukan adanya kehati-hatian, terlebih kasus gratifikasi dan suap-menyuap.
Sebab, yang namanya suap atau gratifikasi itu, barang bukti pasti sulit ditemukan.
Sehingga seringkali penangkapan kasus suap atau gratifikasi itu dilakukan dengan sistem operasi tangkap tangan (OTT) karena pada saat itu barang bukti pasti ditemukan.
Berbeda dengan kasus Ismail Bolong ini yang mulai mencuat setelah viralnya video pengakuan mantan anggota polisi yang bertugas di Polda Kalimantan Timur.
"Proses penyidikan yang sedang dilaksanakan dengan menahan tersangka Ismail bolong ini adalah dalam rangka membuktikan bahwa benar ada tambang ilegal."
"Yakni dengan disitanya beberapa peralatan kemudian, buku, handphone, sim card dan sebagainya, ini untuk membuktikan bahwa betul ada tambang ilegal yang ditangani oleh Ismail Bolong."
"Baru nanti rekeningnya, jumlahnya berapa, sejak kapan beroperasi, kenapa tidak ada tindakan dari aparat, siapa yang membekingi, siapa yang melindungi dan sebagainya."
"Barulah kemudian nanti proses berikutnya larinya uang itu kemana ini," jelas Benny.
Baca juga: Pengacara Sebut Ismail Bolong Tidak Pernah Bertemu Kabareskrim Polri: Bantah Beri Suap
Tentunya, kata Benny, nanti perlu melibatkan PPATK untuk membuktikan aliran dana tersebut.
"Kita harus mengetahui bahwa pembuktian suap itu tidak mudah, karena suap pasti diberikan secara cash kemudian empat mata, tidak ada saksi tidak ada tanda terima dan sebagainya."
"Oleh sebab itu kita semua mengikuti bagaimana KPK sangat mengandalkan operasi tangkap tangan, karena langsung ketemu barang buktinya," terang Benny.
Lebih lanjut, barulah kalau sudah cukup bukti, nanti statusnya akan naik ke penyidikan.
Saat ini, hanya perlu didorong untuk percepatan penanganan, apalagi publik pasti menunggu-nunggu.
"Kedua transparansi, jadi tahap demi tahap yang sudah dilakukan polisi, menurut saya itu publik perlu tahu, perlu disampaikan sehingga masyarakat tahu progres dari penanganan ini, sehingga tidak muncul kecurigaan yang macam-macam," ujar Benny.
Selain itu, Benny juga berharap polisi dapat lebih peka dalam mendalami apa maksud dan tujuan video pengakuan Ismail Bolong ini dibuat.
"Muncul video itu ternyata dibuat bulan April, kalau tidak salah ya berarti sebelum kasus Duren Tiga (Pembunuhan Brigadir J) muncul."
"Pertanyaannya, buat apa dibuat rekaman itu? ini pertanyaan tersendiri yang perlu juga didalami."
"Ini menjadi catatan tersendiri dan menurut saya ini perlu didalami nanti oleh pihak Propam," tegas Benny.
Ismail Bolong Tersangka
Ismail Bolong, RP alias Rinto dan BP alias Budi kini menyandang status tersangka kasus tambang batubara ilegal di Kalimantan Timur.
Penetapan tersangka Ismail Bolong, Rinto dan Budi ini berdasarkan laporan Polisi Nomor : LP/A/0099/II/2022/SPKT.Dittipidter/Bareskrim Polri, tanggal 23 Februari 2022.
Ketiganya diduga melakukan penambangan ilegal yang dilakukan sejak November 2021 di Terminal Khusus PT Makaramma Timur Energi (MTE) yang terletak di Kamp. Citra Desa Tanjung Limau, Kec. Muara Badak, Kab. Kutai Kartanegara, Prov. Kalimantan Timur.
Atas perbuatannya, Ismail Bolong Cs dijerat tiga pasal dan terancam 10 tahun penjara serta denda Rp 10 miliar.
Penyidik Bareskrim Polri pun mengungkap peran dari ketiga tersangka dalam kasus tambang batubara ilegal tersebut.
Peran Ismail Bolong Cs
Terungkap peran tiga tersangka kasus tambang ilegal di Kaltim.
Ismail Bolong mantan anggota Satuan Intel dan Keamanan Polres Samarinda berperan mengatur kegiatan penambangan.
Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Divisi Humas Polri Kombes Nurul Azizah mengatakan kegiatan tambang ilegal yang dijalani oleh ketiga tersangka telah berlangsung sejak awal November 2021.
Adapun lokasinya bertempat di Terminal Khusus PT Makaramma Timur Energi (MTE) yang terletak di Kalimantan Timur.
"Lokasi penambangan dan penyimpanan batu bara ini hasil penambangan ilegal, yang juga termasuk dalam Perjanjian Karya Pengusaha Pertambangan Batubara (PKP2B) PT SB," kata Nurul.
Lebih lanjut, Nurul mengungkapkan, peran masing-masing ketiga orang tersebut yang telah ditetapkan tersangka dalam kasus ini.
Pertama, tersangka BP sebagai kuasa direktur PT EMP yang berperan mengatur operasional penambangan batu bara dari mulai kegiatan penambangan, pengangkutan sampai penguatan dalam rangka dijual dengan atas nama PT EMP.
Kemudian, tersangka RP merupakan kuasa direktur PT EMP yang berperan mengatur operasional batu bara dari mulai kegiatan penambangan, pengangkutan dan penguatan dalam rangka dijual dengan atas nama PT EMP.
Selanjutnya, tersangka IB atau Ismail Bolong berperan mengatur rangkaian kegiatan penambangan ilegal pada lingkungan PKP2B perusahaan lain.
"Selain itu, IB menjabat sebagai komisaris PT EMP yang tidak memiliki izin usaha penambangan untuk melakukan Kegiatan penambangan," ujarnya.
Ismail Bolong Terancam 10 Tahun Penjara dan Denda Rp 100 Miliar
Adapun penyidik Dittipidter Bareskrim Polri menjerat Ismail Bolong dengan Pasal 158, Pasal 159 dan Pasal 161 UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar.
Saat ini Ismail Bolong sudah ditahan selama 20 hari pertama sejak Rabu (7/12/2022), untuk kepentingan penyidikan kasus dugaan tambang ilegal di Kalimantan Timur.
Ismail Bolong Diperiksa 13 Jam dan Dicecar 62 Pertanyaan
Pengacara Ismail Bolong, Johannes L Tobing menyatakan klienya ditetapkan tersangka setelah menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri selama lebih dari 13 jam yang dimulai Selasa (6/12/2022) hingga Rabu dini hari (7/12/2022).
"Pak IB diperiksa selama 13 jam itu ada 62 pertanyaan. Pak IB sudah resmi jadi tersangka dan ditahan per kemarin (Rabu, 7/12/2022), jam 1.45 WIB," ujar Johannes.
Johanes mempertanyakan soal penetapan tersangka kliennya karena baru diperiksa sebanyak satu kali.
Johannes menyebut penyidik beralasan jika sebelum melakukan pemeriksaan, penyidik sudah melakukan gelar perkara terkait kasus tersebut.
"Memang tentu ada keberatan kami bahwa proses dalam jadi tersangka itu sudah gelar resmi bahwa sekali dua kali dipanggil tentu kan harus diperiksa menurut mereka sudah digelar saya tanya ini kan masih diperiksa kenapa kok sudah jadi tersangka," ucapnya.
"Mereka sampikan bahwa sudah digelar perkara ketika saya juga mempersoalkan itu mereka bilang ini adalah kewenangan dari penyidik. Ketika dititik itu yasudah," sambungnya.
Ismail Bolong Bantah Beri Suap ke Kabareskrim Polri
Ismail Bolong membantah pernah bertemu Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto terkait kasus tambang batu bara ilegal di Kalimantan Timur.
"Beliau menyampaikan bahwa sejak menjadi anggota sampai berhenti di bulan Juli kemarin, Pak Ismail Bolong itu tidak pernah bertemu dengan Kabareskrim jadi tolong di catat. Kalau dikenal secara pribadi ya kenal karena pimpinan sebagai pimpinan di Bareskrim," kata kuasa hukum Ismail Bolong, Johannes Tobing kepada wartawan di Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (7/12/2022).
Johannes juga membantah terkait tudingan jika kliennya memberi suap kepada Komjen Agus untuk melancarkan bisnisnya tersebut.
"Jadi bahwa pak Ismail Bolong menyampaikan dengan sesungguh-sungguhnya tidak pernah menjanjikan sesuatu yang diberikan kepada siapapun itu," ucapnya.
"Jadi jangan jadinya bertemu apalagi katanya sampai menjanjikan sesuatu itu tidak benar," sambungnya.
Johannes L Tobing menegaskan kliennya ditetapkan tersangka kasus perizinan tambang dan bukan sebagai terduga pelaku suap terhadap Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto.
Johannes menegaskan pemanggilan kliennya sebagai saksi terkait dugaan tambang ilegal bukan terkait setoran atau gratifikasi atau suap kepada petinggi Polri.
"Jadi tidak ada mengenai suap, tidak ada. Jadi saya clear-kan, tidak ada pak Ismail Bolong ditangkap karena katanya memberikan suap kepada petinggi Polri, itu tidak ada loh," ujar Johannes di Gedung Bareskrim Polri, Rabu (7/12/2022).
Heboh Pengakuan Ismail Bolong
Sebelumnya, heboh di ruang publik, Ismail Bolong melalui video mengaku menyetor uang sebesar Rp 6 miliar kepada Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto.
Uang tersebut disetorkan Ismail Bolong karena dirinya telah melakukan kegiatan penambangan batu bara secara ilegal di Kalimantan Timur pada Juli 2020 hingga November 2021
“Terkait adanya penambangan batu bara di wilayah Kalimantan Timur, bahwa benar saya bekerja sebagai pengepul batu bara dari konsesi tanpa izin,” kata Ismail.
“Dan kegiatan tersebut tidak dilengkapi surat izin di daerah Santan Ulu, Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kukar, wilayah hukum Polres Bontang, sejak bulan Juli tahun 2020 sampai dengan bulan November 2021.”
Ismail mengatakan, kegiatan pengepulan batu bara ilegal dilakukannya atas inisiatif pribadi, bukan perintah dari pimpinan.
Diduga saat itu, Ismail masih menjadi anggota kepolisian di wilayah hukum Polda Kaltim.
“Oleh karena itu, saya menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas tindakan yang saya lakukan,” ujarnya.
Baca juga: Peran Istri & Anak Ismail Bolong Terungkap, Diduga Terlibat Transaksi Gelap Tambang Batu Bara Ilegal
Dari pengepulan dan penjualan batu bara illegal tersebut, Ismail Bolong mengaku memperoleh keuntungan sekitar Rp5 miliar sampai Rp10 miliar setiap bulan.
Meski mengatakan perbuatannya dilakukan tanpa sepengetahuan pimpinan, Ismail mengaku telah berkoordinasi terkait kegiatan tersebut dengan seorang perwira petinggi Polri dan telah memberikan uang sebanyak tiga kali, dengan total Rp 6 miliar.
“Terkait kegiatan yang saya laksanakan, saya sudah berkoordinasi dengan Kabareskrim, yaitu ke Bapak Komjen Pol Agus Andrianto dengan memberikan uang sebanyak tiga kali,” ujarnya.
“Yaitu pada bulan September 2021 sebesar Rp2 miliar, bulan Oktober 2021 sebesar Rp2 miliar, dan bulan November 2021 sebesar Rp2 miliar.”
Setelah viral, Ismail Bolong sempat mengklarifikasi videonya itu.
Dia mengaku tak kenal Kabareskrim, tak pernah menyetor uang ke Kabareskrim dan pengakuan itu dibuat karena ada intimidasi dari Hendra Kurnaiwan. (tribun network/thf/Tribunnews.com)