Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) bersama Indonesia Bureau of Economic Research (IBER) menggelar diskusi bersama akademisi dari berbagai kampus untuk membahas program percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem di Indonesia.
Untuk pembicara dari luar, TNP2K dan IBER mengundang Profesor Rema Hanna dari Harvard University, Profesor Sabina Alkire dari Oxford University.
Sementara dari dalam negeri sejumlah pembicara dari Universitas Indonesia, IPB, UNAIR, UGM, hingga Universitas Andalas hadir dalam acara tersebut.
Acara juga turut dihadiri oleh Direktur IBER M. Chatib Basri, Penasihat Kebijakan Senior TNP2K Sudarno Sumarto, dan Sekretaris Eksekutif TNP2K Suprayoga Hadi.
“Forum ini merupakan bagian dari komitmen TNP2K untuk menyediakan semacam wadah kolaborasi antara Pemerintah dan pelaku non-pemerintah, dalam hal ini adalah pihak akademisi untuk mempercepat penghapusan kemiskinan ekstrem,” ujar Suprayoga dalam diskusi bertajuk "Menuju 0 persen Kemiskinan Ekstrem di Indonesia: Tantangan, Kebijakan, dan Solusi untuk Pertumbuhan Inklusif di Indonesia", dikutip Jumat (16/12/2022).
Suprayoga menerangkan penghapusan kemiskinan ekstrem merupakan perintah langsung dari Presiden Joko Widodo seperti yang tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2022 Tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem yang terbit pada bulan Juni 2022.
Suprayoga berharap diskusi yang melibatkan akademisi nasional dan internasional ini dapat memicu peningkatan penelitian penghapusan kemiskinan ekstrem yang ditargetkan menyentuh angka 0 persen pada 2024.
Lebih lanjut, Suprayoga menyebut diskusi ini menjadi penting dan mendesak karena pemerintah hanya memiliki tenggat waktu dua tahun untuk menghapus kemiskinan ekstrem yang pada saat ini masih berada di angka 2 persen.
Ia menyebut pemerintah memerlukan upaya secara “keroyokan” agar target tersebut tercapai.
Baca juga: Merujuk pada SDGs 2022, Mayoritas Desa di Indonesia Ingin Wujudkan Desa Tanpa Kemiskinan
“Wakil Presiden selaku Ketua TNP2K selalu menyatakan di beberapa kesempatan bahwa penghapusan kemiskinan ekstrem ini harus dilakukan melalui upaya kolaborasi, sinergi, juga konvergensi yang melibatkan berbagai pihak yang kita kenal dengan nama penta helix,” ujar Suprayoga.
Prof. Sabina dari Oxford University mengungkapkan, Indonesia dinilai sebagai negara yang berhasil mengangkat 8 juta penduduk Indonesia dari garis kemiskinan dalam rentang waktu yang cukup singkat, yakni 5 tahun.
“Sejumlah indikator kemiskinan multidimensi (MPI) di antaranya kebutuhan atas kecukupan nutrisi, pemenuhan pendidikan dasar, akses listrik hingga sanitasi menunjukan penurunan yang signifikan. Ini membuat Indonesia menjadi negara kedua tercepat setelah Cina yang berhasil menurunkan banyak indikator kemiskinan multidimensi,” tambahnya.
Atas keberhasilan tersebut, sejumlah akademisi dalam negeri sepakat bahwa perlu ada peningkatan kapasitas dan wewenang dari TNP2K, apalagi dengan target tenggat waktu penghapusan kemiskinan ekstrem yang tersisa dua tahun.
Sementara itu, Abdillah Ahsan selaku akademisi UI yang hadir pada sesi tematik 2 bahkan mengusulkan, perlu dipertimbangkan agar kedudukan TNP2K menjadi lembaga setingkat kementerian di bawah koordinasi langsung Presiden melalui payung hukum Peraturan Pemerintah.
Baca juga: Percepat Pemetaan Data, Kementerian ATR/BPN-PNM Bantu Pengentasan Kemiskinan
“Dengan mendudukkan TNP2K sebagai lembaga yang berada langsung di bawah Presiden, diharapkan membuat lembaga ini memiliki wewenang yang lebih kuat dalam sinkronisasi, koordinasi, dan optimalisasi program pengentasan kemiskinan ekstrem,” pungkasnya.