Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdi Ryanda Shakti
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E terbukti memberikan keterangan jujur saat diperiksa terkait kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Hal itu diungkap oleh Ahli Psikolog Klinis Dewasa, Liza Marielly Djaprie saat menjadi saksi ahli meringankan disidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (26/12/2022).
Liza mengungkapkan kejujuran Bharada E setelah menjalani tes Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI) yang biasa digunakan untuk menguji validitas dan reliabilitas hasil asesmen.
"Dan semua berada pada hasil yang baik, dalam arti Richard berkata dengan jujur, hasil hasil asesmennya dia bisa dipertanggungjawabkan," kata Liza.
Baca juga: Dinilai Sebagai Orang yang Patuh, Jaksa Tetap Tak Benarkan Perbuatan Bharada E Menembak Brigadir J
Bharada E juga menjalani pemeriksaan anamnesa.
Sedangkan keluarga Bharada E menjalani pemeriksaan alloanamnesa.
Hasilnya, Bharada E dan keluarganya dinyatakan jujur.
"Dari hasil wawancara tersebut, hasil observasi, semua ada tanda-tanda yang menunjukkan ada tingkat kejujuran yang cukup tinggi," ucapnya.
Lebih lanjut, Liza menerangkan saat pertama kali bertemu dengan Richard pada Senin 15 Agustus 2022 lalu, kondisi Richard ketika itu sangat cemas dan selalu menghindari kontak mata.
"Kondisi masih sangat cemas, dia banyak sekali mainin tangan, kemudian menjaga tidak ada kontak mata, setelah itu suaranya volumenya pelan sekali," ucapnya.
Liza menambahkan kondisi Richard membaik usai didampingi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), yakni menjadi jauh lebih tenang dan bisa melakukan kontak mata ketika diperiksa.
"Menurut pengamatan observasi saya, sempat mengalami down sedikit setelah mengalami rekonstruksi kalau nggak salah pada saat itu sehingga saat itu kami kembali melakukan terapi untuk membantu dia lebih rileks," ujar Liza.
Terjadi Konflik Moral yang Besar
Sebelumnya, Kuasa Hukum Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E, Ronny Talapessy menghadirkan ahli Filsafat Moral, Romo Franz Magnis Suseno dalam sidang lanjutan tewasnya Brigadir J.
Ronny membeberkan alasan pihaknya menghadirkan Romo Franz.
Kata dia, salah satunya karena dalam peristiwa tewasnya Brigadir J tercipta konflik moral yang besar yang dihadapi oleh Bharada E saat itu.
"Karena, pertama mau kita sampaikan bahwa terjadi konflik moral yang besar. Dilema moral yang dihadapi oleh Richard eliezer ketika harus menembak almarhum Yosua," kata Ronny kepada awak media di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (26/12/2022).
Dalam artian, saat peristiwa di tanggal 8 Juli 2022 itu Bharada E yang kodratnya sebagai manusia pasti memiliki suara hati untuk mengambil suatu keputusan.
Hanya saja, suara hati itu dikalahkan oleh kedudukan Bharada E yang hanya sebagai ajudan dari Ferdy Sambo yang memerintahkannya menghabisi nyawa Brigadir J.
"Terkait tanggal 8, keputusan suara hati dari Richard eliezer dikalahkan oleh situasi yang kompleks, karena berhadapan dengan seorang Ferdy Sambo," kata Ronny.
"Ini yang mau kita sampaikan terkait dengan ahli yang kita hadirkan Romo Magnis Suseno," sambungnya.
Terlebih, dalam persidangan sebelumnya saat jaksa menghadirkan ahli psikologi forensik, dinyatakan bahwa Bharada E merupakan pribadi yang kepatutan tinggi pada otoritas.
Oleh karenanya, dalam sidang kali ini, seluruh penjelasan itu kata dia akan diperdalam lagi.
"Kita harapkan bahwa di persidangan yang terbuka ini akan menjadi pembelajaran untuk semua terkait dengan moral, terkait dengan pertanggungjawaban hukum, dan Richard Eliezer dalam kasus ini dia siap bertanggung jawab," tukas Ronny.
Ancaman Hukuman
Diketahui, Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.
Brigadir Yoshua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawathi bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.
Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Yoshua.
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada E didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.