TRIBUNNEWS.COM - Laksamana Madya (Laksdya) Muhammad Ali baru saja dilantik oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) di Istana Merdeka, Jakarta pada Rabu (28/12/2022).
Pelantikan ini membuat Muhammad Ali resmi menggantikan Laksamana Yudo Margono yang telah menjadi Panglima TNI sejak dilantik pada 19 Desember 2022 lalu.
Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, mengungkapkan ancaman yang harus diperhitungkan Muhammad Ali setelah menjadi KSAL.
Khairul menyebut ancaman tersebut bisa mengganggu kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI.
Menurutnya, ada dua dinamika yang mengancam wilayah laut Indonesia, yaitu agresivitas China dan Amerika Serikat (AS) di perairan Natuna Utara.
Baca juga: Laksamana Madya Muhammad Ali Resmi Dilantik Jadi KSAL Baru
Kedua, adalah terkait kerjasama Angkatan Laut (AL) Australia, Inggris, dan AS dalam pakta pertahanan trilateral AUKUS.
“Hadirnya pakta pertahanan trilateral AUKUS antara Australia, Inggris, dan Amerika Serikat yang diiringi rencana pembangunan sejumlah kapal selam bertenaga nuklir,” kata Khairul kepada Tribunnews.com.
Kedua dinamika militer tersebut, kata Fahmi, memang diklaim bertujuan untuk menjaga stabilitas kawasan.
Namun, dimungkinkan pula justru memicu ketegangan terhadap negara-negara di sekitar kawasan.
“Meskipun diklaim sebagai bentuk perimbangan kekuatan demi stabilitas kawasan, keberadaan AUKUS dan agresivitas negara-negara kuat itu sulit dipungkiri justru berpotensi memicu ketegangan dan eskalasi konflik sewaktu-waktu,” kata Khairul.
Baca juga: Harta Kekayaan Muhammad Ali, KSAL Baru Resmi Dilantik Jokowi, Total Rp7,2 M, Hanya Punya 1 Rumah
Tidak hanya itu, ancaman lain juga dihadapi oleh TNI AL dan harus diselesaikan oleh KSAL baru, Muhammad Ali.
Khairul mengatakan ada empat ancaman utama yang terjadi di perairan Indonesia dan menjadi prioritas yang harus diselesaikan.
Pertama, adalah terkait klaim kepemilikan dan kependudukan pulau oleh negara lain.
Kedua, pengelolaan dan pemanfaatan ruang laut secara tidak sah oleh pihak asing, baik negara maupun korporasi.