"Jadi bahwa sebelum kedatangan saya ke lantai tiga Biro Provos itu untuk menanyakan apa yang diberikan keterangan kepada pemeriksa Provos itu, mereka sudah menjelaskan kejadian Magelang," katanya, Kamis.
Baca juga: Kutip Pasal 340 KUHP, Febri Diansyah: Pada saat Kejadian Ferdy Sambo dalam Keadaan Emosional
Diberitakan Kompas.com, Ferdy Sambo berujar tidak ingin peristiwa pelecehan yang dialami istrinya sampai tersebar ke luar.
Sebab, kata dia, akan memberi hal buruk bagi Putri Candrawathi jika kejadian pelecehan itu sampai diketahui oleh orang lain.
Sehingga, Ferdy Sambo menyebut kejadian di Magelang hanya sebatas ilusi demi meyakinkan para pemeriksa Provost bahwa tidak ada kejadian pelecehan di Magelang.
"Sehingga di lantai 3 Biro Provost itu baru saya sampaikan skenario yang harus mereka sampaikan dalam pemeriksaan," jelas Ferdy Sambo.
Sementara itu, pengacara Ferdy Sambo, Arman Hanis, mengatakan kliennya meminta agar peristiwa di Magelang tidak perlu dimasukkan ke dalam pemeriksaan.
"Dalam BAP Sugeng Putut tersebut menjelaskan bahwa ada pemicu yang membuat FS melakukan perbuatan melawan hukum, adalah kejadian di Magelang."
"Tetapi Pak FS minta tidak usah dimasukkan ke dalam pemeriksaan, itu maksud dari BAP Sugeng Putut," ujar Arman Hanis, Kamis.
"Bukan berarti kejadian di Magelang, yakni kekerasan seksual yang dialami Ibu Putri, tidak terjadi," sambungnya.
Baca juga: Pengacara Richard Eliezer Bantah Klaim Ferdy Sambo yang Buka Kasus Tewasnya Brigadir J
Seperti diketahui, peristiwa pembunuhan Brigadir J disebut terjadi lantaran adanya cerita sepihak dari Putri Candrawathi yang mengaku dilecehkan Brigadir J di Magelang pada 7 Juli 2022.
Atas informasi itu, Ferdy Sambo marah dan merencanakan pembunuhan terhadap Brigadir J.
Dalam peristiwa tersebut, Ferdy Sambo melibatkan Bharada E, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Maruf.
Brigadir J lalu tewas di rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan pada 8 Juli 2022.
Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bharada E, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Maruf didakwa melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Kelimanya terancam pidana maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun.
(Tribunnews.com/Nuryanti/Rizki Sandi Saputra/Abdi Ryanda Shakti) (Kompas.com/Singgih Wiryono/Adhyasta Dirgantara)
Berita lain terkait Polisi Tembak Polisi