News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Perppu Cipta Kerja

Pakar Hukum Tata Negara Ungkap 2 Dampak Diberlakukannya Perppu Cipta Kerja

Penulis: Gita Irawan
Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menyebut, Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang bakal diketok tingkat dua oleh DPR RI hanya akan menyenangkan penguasa dalam hal ini Presiden dan Lembaga Negara

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti mengungkapkan dampak dari diterbitkannya peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja sebagai pengganti Undang-Undang Cipta Kerja oleh Presiden Joko Widodo.

Pertama, kata Bivitri, Undang-Undang Cipta Kerja yang daya rusaknya luar biasa pada lingkungan, hak-hak buruh, dan sebagainya jadinya dianggap berlaku lagi. 

Kedua, praktik buruk tentang pemerintah yang mengabaikan konstitusi dan dua cabang kekuasaan negara lainnya yakni legislatif serta yudikatif bisa jadi pola baru yang makin menguatkan karakter otoritarianisme.

"Apalagi, dari kemarin Pak Mahfud selalu bilang Perppu itu hak subjektif presiden," kata Bivitri ketika dihubungi Tribunnews.com pada Minggu (1/1/2023).

"Secara teori memang begitu, makanya ada pembatasan-pembatasan tentang 'hal ihwal kegentingan memaksa', tetapi justru ini yang diinjak-injak oleh pemerintah sekarang," sambung dia.

Indonesia, kata dia, negara hukum.

Oleh karena itu menurutnya semua harus ada ukurannya yaitu konstitusi.

"Tidak bisa subjektivitas presiden dijadikan dasar dalam bertindak, itu jadinya seperti titah raja, bukan seperti dalam negara hukum," kata Bivitri.

Diberitakan sebelumnya Presiden Joko Widodo menerbitkan peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja sebagai pengganti Undang-Undang Cipta Kerja.

Menkopolhukam Mahfud MD menjelaskan bahwa penerbitan Perppu 2 tahun 2022 tersebut murni karena alasan medesak sebagaimana putusan MK Nomor 138/PUU/VII/2009.

“Karena ada kebutuhan yang mendesak ya kegentingan memaksa untuk bisa menyelesaikan masalah hukum secara cepat,” kata Mahfud di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat, (30/12/2022).

Mahfud mengatakan terdapat 3 alasan penerbitan Perppu dalam putusan tersebut, yakni mendesak, ada kekosongan hukum maupun upaya memberikan kepastian hukum.

Baca juga: Partai Buruh Tolak Pasal Tentang Upah Minimum di Perppu Cipta Kerja

Tiga alasan tersebut dinilai cukup untuk menerbitkan Perppu nomor 2 tahun 2022.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini