"Saya pikir semua orang di sana paham betul misalnya ini Jenderal Bintang Dua dan pimpinan tinggi di kepolisian. Sedangkan mereka ini dalam segi kepangkatan ada level jenjang diantara mereka," jelasnya.
Kemudian Nathanael kembali menegaskan kalau dilihat konteks organisasi dan situasi dengan jelas bisa melihat bahwa relasi mereka semua terdakwa dalam jarak kekuasaan yang tinggi.
"Dalam konteks tersebut para anggota yang ada di dalamnya terutama yang lebih rendah bahwa seorang anggota apa lagi anak buah mengikuti apa yang disampaikan oleh pimpinan," sambungnya.
Nathanael melanjutkan dalam satu unit kerja yang cukup intens selama ini terbangun ada suatu pemahaman bahwa masing-masing punya tugasnya sendiri.
"Lalu norma yang hidup dalam unit kerja tersebut adalah tidak perlu mencampuri tugas orang lain. Itu yang saya pikir patut diduga juga," katanya.
Untuk informasi, Brigadir Yoshua Hutabarat alias Brigadir J menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.
Brigadir J tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawathi bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.
Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Brigadir J.
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada E didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.
Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.