Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa Hukum terdakwa Ricky Rizal, Erman Umar minta kliennya dibebaskan jika dalam persidangan tidak ditemukan fakta menjadi pelaku dalam kasus tewasnya Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
"Kami berharap juga kejaksaan sebagai penegak hukum minta keadilan kalau misalnya dalam hasil kesimpulan akhir kalau tidak ditemukan fakta Ricky Rizal pelaku mohon minta kewajiban moral dibebaskan. Kalau memang kesimpulan akhir kita sepakat seperti itu," kata Erman di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (2/1/2023).
Erman mengungkapkan pihaknya dalam persidangan Rabu (4/1/2023) bakal membawa dua saksi ahli pidana untuk meringankan dakwaan terhadap kliennya.
"Apakah kita dalam kondisi peradilan pidana ini memaksakan seseorang menjadi tersangka tentu kita akan analisisa fakta-fakta hukumnya. Kami pun Rabu besok akan menampilkan dua ahli pidana untuk terakhir kalinya kita akan menyampaikan itu," katanya.
Baca juga: Tolak Permintaan Ferdy Sambo Tembak Brigadir J, Ricky Rizal Disebut Punya Keberanian Katakan Tidak
Erman berharap kondisi kliennya sebagai seorang saksi yang mengetahui dan melihat tewasnya Brigadir J, tetapi bukan suatu kejahatan.
Menurutnya kalau memang suatu kejahatan perbuatan, kliennya melakukan ikut serta harus diikuti dengan niat.
"Setelah dia menyatakan menolak walaupun dengan perkataan halus, 'saya tidak kuat pak, tidak berani mental saya' itukan penolakan," katanya.
Baca juga: Ronny Talapessy Hanya Tertawa Tanggapi Klaim Ferdy Sambo Jadi yang Pertama Bongkar Kasus Brigadir J
"Kalau yang dimaksud UU 340 dia harus niat dan memperlihatkan sikap dia dan menyetujui membunuh Yosua baru dipidana," lanjutnya.
Menurut Erman kalaupun kliennya salah, dia hanya memanggil Richard Eliezer alias Bharada E tanpa menyampaikan maksudnya.
Tetapi itu, menurut Erman tidak ada dalam unsur UU 340 KUHP berupa niat, sengaja, menyetujui dan ikut melakukan.
Sebelumnya dalam persidangan Ahli Psikologi Forensik UI, Nathanael Sumampouw mengungkapkan mengapa Ricky Rizal tidak memberitahu Bharada E perintah Ferdy Sambo untuk menembak Brigadir J.
"Tingkah laku saudara Ricky Rizal untuk tidak memberitahu kepada rekan kerjanya tentang percakapannya dengan Ferdy Sambo. Saya pikir kita harus memahami dan melihat tentang bagaimana relasi antara pimpinan dan atasan," kata Nathanael di persidangan, Senin (2/1/2023).
Baca juga: Dua Strategi Perlawanan Ferdy Sambo
Nathanael melanjutkan bahwa mereka semua terdakwa dalam suatu konteks ada jarak kekuasaan yang tinggi.
"Saya pikir semua orang di sana paham betul misalnya ini Jenderal Bintang Dua dan pimpinan tinggi di kepolisian. Sedangkan mereka ini dalam segi kepangkatan ada level jenjang diantara mereka," jelasnya.
Kemudian Nathanael kembali menegaskan kalau dilihat konteks organisasi dan situasi dengan jelas bisa melihat bahwa relasi mereka semua terdakwa dalam jarak kekuasaan yang tinggi.
"Dalam konteks tersebut para anggota yang ada di dalamnya terutama yang lebih rendah bahwa seorang anggota apa lagi anak buah mengikuti apa yang disampaikan oleh pimpinan," sambungnya.
Nathanael melanjutkan dalam satu unit kerja yang cukup intens selama ini terbangun ada suatu pemahaman bahwa masing-masing punya tugasnya sendiri.
"Lalu norma yang hidup dalam unit kerja tersebut adalah tidak perlu mencampuri tugas orang lain. Itu yang saya pikir patut diduga juga," katanya.
Untuk informasi, Brigadir Yoshua Hutabarat alias Brigadir J menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.
Brigadir J tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawathi bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.
Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Brigadir J.
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada E didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.
Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.