Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) mengamanatkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai satu-satunya institusi yang memiliki hak untuk melakukan penyidikan tindak pidana di sektor jasa keuangan.
Hal ini menjadi pro-kontra berbagai pihak, termasuk kalangan mahasiswa.
Ketua Umum Pengurus Pusat Himpunan Mahasiswa Buddhis Indonesia (Hikmahbudhi), Wiryawan menilai kewenangan tunggal yang hanya diberikan kepada OJK tersebut tak tepat.
"Saya melihat ini kurang bagus jika hanya dilakukan oleh OJK. Proses penegakan hukum harus melibatkan banyak pihak terutama Polri," kata Wiryawan, Minggu (8/1/2023).
Baca juga: OJK Terima 14.764 Aduan di 2022, Akan Diperkuat di 2023
Apalagi, lanjut dia, kepolisian memiliki segala penunjang dalam proses penyidikan suatu kasus hukum, termasuk kejahatan keuangan, serta memiliki sumber daya lainnya.
"Karena Polri memilih struktur lengkap sampai ke tingkat desa dan juga dibekali dengan peralatan siber yang canggih," ucapnya.
Menurutnya, peluang abuse of power atau penyalahgunaan wewenang jika penyidikan tindak pidana di sektor jasa keuangan hanya dimiliki OJK, begitu besar. Mengingat kewenangan ini begitu absolut.
"Jika dilakukan tunggal begini juga berpotensi terjadinya penyalahgunaan wewenang karena tidak ada pembanding yang pas," ujar dia.
Karena itu, Hikmahbudhi mendesak agar undang-undang tersebut direvisi atau bila perlu dibatalkan.
Sebab jika tidak, masyarakat korban kejahatan perusahaan jasa keuangan bisa saja dirugikan akibat hadirnya regulasi itu.
"Saya pikir UU ini perlu dikaji kembali, jangan sampai salah kaprah yang berpotensi merugikan korban yang mengalami kejahatan di sektor keuangan," kata Wiryawan.