TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masa Persidangan III Tahun Sidang 2022-2023 resmi dibuka hari ini setelah anggota dewan menjalani masa reses sejak pertengahan Desember 2022.
Pembukaan masa sidang DPR dilakukan dalam Rapat Paripurna yang digelar di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (10/1/2023).
Pidato pembukaan Persidangan III Tahun Sidang 2022-2023 dari Puan dibacakan oleh Wakil Ketua DPR RI, Rachmat Gobel.
Ketua DPR RI Puan Maharani menyampaikan rencana kerja DPR pada misa sidang ini, termasuk pengawasan terhadap Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker).
“Atas nama Pimpinan DPR RI, kami mengucapkan Selamat Tahun Baru 2023 kepada seluruh Anggota DPR RI dan seluruh rakyat Indonesia. Semoga pada Tahun 2023, kita dirahmati Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, dengan kesehatan, kesejahteraan dan ketentraman,” kata Puan.
Puan menyebut Indonesia memasuki tahun politik di tahun 2023 ini.
Hal tersebut berarti, kata Puan, semua partai politik peserta pemilu 2024 akan melakukan berbagai persiapan dan upaya untuk mendapatkan suara rakyat.
“Anggota DPR RI yang juga adalah anggota dari Partai Politik, akan berada dalam situasi dan kondisi dinamika politik menghadapi pemilu tahun 2024,” ujarnya.
Puan berharap kepada anggota DPR untuk tetap dapat mengelola dan menjalankan tugas serta fungsi konstitusional DPR RI dengan baik meski berada di tahun politik.
Hal itu demi mewujudkan amanat rakyat, mensejahterahkan rakyat, serta mengutamakan kepentingan bangsa dan negara.
“DPR RI sesuai dengan kewenangan konstitusionalnya akan mengawal Pemilu yang demokratis, jujur dan adil,” kata Puan.
Dalam pidatonya, Puan juga menyinggung soal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) yang baru saja ditetapkan Pemerintah.
Dia mengatakan, Perppu Cipta Kerja menjadi salah satu agenda penting dan strategis yang akan dikawal oleh DPR.
“Sesuai dengan ketentuan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia, Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut. Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah tersebut harus dicabut,” tegas Puan.
Untuk diketahui, Pemerintah menilai Perppu Cipta Kerja sebagai pelaksanaan atas Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020, yang mengamanatkan agar dilakukan perbaikan melalui penggantian terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Sesuai dengan fungsi konstitusionalnya, menurut Puan, DPR akan menilai pemenuhan parameter sebagai kegentingan memaksa yang memberikan kewenangan kepada Presiden untuk menetapkan Perppu.
“DPR juga akan menilai substansi yang memberikan landasan hukum bagi Pemerintah dan lembaga terkait untuk mengambil kebijakan dan langkah-langkah berbagai aspek pengaturan yang berkaitan dengan cipta kerja,” tandasnya.