TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik mendorong kesepatakan jeda kemanusian bersama agar menjadi
acuan berbagai pihak dalam rangka perdamaian di Papua.
Jeda kemanusiaan bersama telah disepakati Komnas HAM, United Liberation Movement
for West Papua (ULMWP), dan Majelis Rakyat Papua, di Jenewa, Swiss, 11 November
2022.
Baca juga: Silaturahmi ke Warga Papua Barat, Kapolri: TNI-Polri Solid, Siap Kawal Program Pemerintah
Dalam kesepakatan ini TNI, Polri dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) sebagai pihak-pihak yang berseteru tidak dilibatkan.
"Saya belum melihat itu (jeda kemanusiaan, red) karena praktik kekerasan masih saja terjadi, saya nggak mau persoalkan lagi lah siapa semua orang mesti sudah tahu," kata Taufan dalam diskusi bertajuk Outlook HAM dan Keamanan Papua 2023, Rabu (11/1/2023).
"Kekerasan itu mulai dari yang ringan sampai berat terjadi di Papua dan eskalasinya setelah 2019 itu meningkat signifikan," ucapnya.
Taufan melihat praktik kekerasan itu dipicu minimnya kesejahteraan, rasa keadilan, serta
penghormatan terhadap budaya yang belum berubah. Hal ini membuat mereka merasa
didiskriminasi dan diperlakukan rasialis di negeri sendiri.
"Bahwa orang di Jakarta nggak setuju dengan itu soal lain, rasa kan sangat subjektif," tutur Taufan.
Baca juga: Tindak Tegas KKB di Papua, Kapolri Konsultasi Komnas HAM
Diskursus yang berkembang di Jakarta, imbuh dia, kebanyakan tidak nyambung dengan
orang di Papua sehingga tidak menghasilkan jalan keluar.
Menurut Taufan, masalah sinkronisasi ini menjadikan sulitnya pemerintah untuk menyerap aspirasi dari orang- orang asli Papua.
"Katakanlah soal otonomi khusus, orang di Jakarta berkesimpulan hal itu suatu langkah
baik sudah dibicarakan tetapi tidak benar-benar mendengarkan keberatan dari banyak
pihak," kata dia.
Dia menambahkan dorongan untuk menyegerakan pemekaran sehingga terjadi lagi penolakan yang berbuntut pada aksi demonstrasi.
Baca juga: Polri Sebut Anton Gobay yang Ditangkap di Filipina Hendak Salurkan Senpi Ilegal kepada KKB di Papua
"Penanganan keliru inilah yang kemudian menyebabkan terjadinya kekerasan, tidak hanya dialami demonstran tetapi juga dialami oleh aparat kita," tutur Taufan.
Namun begitu, jeda kemanusian bersama ini langkah yang tetap harus dilanjutkan meskipun ada penolak juga dari beberapa pihak. Taufan menilai keterlibatan internasional dalam jeda kemanusian bersama adalah tahap berikutnya.
Rencana Ideal
Juru Bicara Jaringan Damai Papua (JDP) Yan Christian Warinussy memandang kesepatakan jeda kemanusian bersama sebagai sebuah kejutan untuk menciptakan kedamaian.
Menurutnya, jeda kemanusian harus mendapat dukungan dari pemerintah agar tumbuhnya konflik baru dapat ditekan.
Baca juga: Soal Aksi Teror KKB di Papua, Panglima TNI: Kita akan Tindak Tegas Tapi Terukur
"Sekarang waktunya pengurus Komnas HAM yang baru melakukan internalisasi dan konsolidasi karena Presiden memberikan mandat dan jabatan," tutur Yan.
Melalui kesepakatan tersebut, Yan berharap pemerintah bisa membuat rencana ideal untuk menyelesaikan konflik lewat cara-cara damai.
"Konflik yang saat ini terjadi bisa diselesaikan lewat dialog atau negosiasi, jeda kemanusiaan menjadi landasan awal yang ditunggu-tunggu oleh banyak pihak," tukasnya.
Yan menegaskan seluruh pihak di Papua juga harus mendukung kesepakatan jeda kemanusian bersama supaya proses mendamaikan berbagai kericuhan di tanah Papua bisa berjalan. (Tribun Network/Reynas Abdila)