Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hendra Kurniawan disebut sosok pemimpin yang teliti soal administrasi oleh mantan anak buahnya.
Pernyataan tersebut disampaikan mantan staf Hendra Kurniawan bernama Mario saat dihadirkan sebagai saksi A De Charge di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (17/1/2023).
Pengakuan saksi terungkap saat dicecar kuasa hukum dalam persidangan.
"Terkait surat perintah, apakah surat perintah itu menjadi hal yang mutlak sebelum pelaksana menjalankan tugasnya," tanya pengacara Hendra Kurniawan di persidangan.
"Surat perintah yang mana bapak," jawab Mario.
Baca juga: Pakar Hukum Nilai Tuntutan Putri Candrawathi akan Lebih Ringan dari Ferdy Sambo, Ini Alasannya
"Setiap surat perintah. Apakah kalian setiap bertugas harus punya surat perintah," jawab pengacara.
"Harus bapak," jawab Mario.
"Pengalaman saksi bersama terdakwa Hendra Kurniawan ini. Pernah nggak beliau dalam bertugas lalai dalam surat perintah," tanya pengacara.
"Sepengalaman saya belum pernah karena beliau tipikal pimpinan yang teliti soal administrasi," jawab Mario.
Baca juga: Ayah Brigadir J Sebut Ferdy Sambo Tidak Tunjukkan Rasa Penyesalan, Ibunda Minta Nama Anak Dipulihkan
"Baik tadi saudara juga telah sampai juga alasan kosong (Pada tanggal surat perintah) karena memang yang biasa. Apakah itu jadi kesalahan administrasi dari suadara Hendra Kurniawan?" tanya pengacara.
"Yang di Paminal tergantung surat perintah apa. Surat perintah di Paminal itu ada banyak. Jadi bobot surat perintah itu beda-beda," jawab Mario.
"Kalau tadi surat perintah yang dihadapkan di majelis itu surat perintah apa," tanya pengacara.
"Itu surat perintah untuk lidik," jawab Mario.
"Untuk lidik itukan kosong tanggalnya walaupun bulannya ada apakah itu kesalahan dari terdakwa Hendra Kurniawan?" tanya pengacara.
"Tidak," jawab Mario.
Baca juga: Ayah Brigadir J Sebut Ferdy Sambo Tidak Tunjukkan Rasa Penyesalan, Ibunda Minta Nama Anak Dipulihkan
Sebelumnya dalam persidangan Mario bersaksi dalam persidangan bahwa dikosongkannya tanggal pada surat perintah merupakan hal yang biasa.
"Tadikan sudah sama-sama lihat surat perintah ini. Kemarin terjadi pembahasan yang cukup krusial ketika terdakwa Hendra Kurniawan diperiksa. Disitu ada tulisan nomer tiga surat perintah ini berlaku mulai tanggal dikosongkan terus sampai dengan dikosongkan Juli 2022. Mungkin saudara saksi bisa menjelaskan," tanya Penasihat Hukum Hendra Kurniawan di persidangan.
"Mohon izin Yang Mulia sebelumnya saya ingin memberitahukan bahwa sebelum saya jadi staff Karo Paminal saya di Biro Paminal sudah dari tahun 2015 dan sudah pernah menjalani sebagai tim pelaksana," jawab Mario di persidangan.
"Jadi untuk surat perintah seperti itu hal yang biasa untuk dikosongkan karena sebelum kita jalan. Kita belum tahu kendala apa yang kita hadapi di lapangan. Sehingga kita belum tahu berapa lama proses penyelidikan terhadap perkara yang kita tangani sehingga kita kosongkan terlebih dahulu," lanjut dia.
Mario melanjutkan sehingga hingga selesai nanti melaksanakan penyelidikan, setelah pulang dan membuat laporan nota dinas baru diberikan tanggal atas tanggal berlaku tersebut.
"Untuk apa agar bisa dipertanggungjawabkan secara waktu soal keuangan karena ada perjalanan dinas yang harus dipertanggung jawabkan. Jadi saya rasa tidak mungkin tanggal itu kosong pasti nanti pasti akan diisi," tutupnya.
Diketahui, Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.
Brigadir Yoshua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawathi bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.
Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Yoshua.
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.
Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.