TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung buka suara soal tuntutan lima terdakwa terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J yang menjadi sorotan.
Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung, Fadil Zumhana menyebut perbedaan tuntutan kepada setiap terdakwa itu didasari oleh peran para pelaku.
"Pidana itu, harus disesuaikan dengan peran orang itu, orang itu berperan apa dalam terjadinya suatu peristiwa pidana. Tentu peran berbeda-beda, tentu tuntutan tentu jaksa dan putusan hakim nanti akan berbeda, enggak mungkin kita samakan," kata Fadil kepada wartawan, Kamis (19/1/2023).
Fadil mengatakan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) itu berdasarkan fakta-fakta di persidangan dalam suatu perkara.
Di samping itu, Fadil menyebut keterangan saksi hingga ahli juga menjadi pertimbangan jaksa untuk membuat suatu tuntutan bagi para terdakwa.
"Dengan memperhatikan alat bukti keterangan saksi, ahli, mungkin poligfraf atau apa. Lalu melihat juga dampak dari suatu perbuatan itu, tanggungjawabnya ada. Makannya saya bilang gradasi tinggi rendahnya tuntutan pidana itu harus dipertimbangkan oleh jaksa sampai kepada kajari, kajati dikonsulkan ke Jampidum," ucapnya.
Lebih lanjut, Fadil tak mau memperdulikan terkait adanya pihak-pihak yang kurang setuju dengan tuntutan yang dilakukan oleh jaksa.
Hal ini karena itu merupakan hak siapapun.
Menurutnya, dalam proses persidangan, tuntutan bukanlah hal final melainkan nantinya masih ada keputusan atau putusan dari Majelis Hakim yang menangani suatu perkara.
"Fakta persidangan saja, hakim yakin atau tidak yakin, tinggi atau ketinggian, kalau menurut hakim ini ketinggian hakim boleh turunkan, begitu pula sebaliknya kalau hakim bilang ini jaksa telalu baik hati, naikan," jelasnya.
Baca juga: Tuntutan Selesai, Minggu Depan Ferdy Sambo Cs Ajukan Pembelaan, Berikut Jadwalnya
Sebagai informasi, dalam perkara pembunuhan berencana Brigadir J, lima terdakwa sudah mendapatkan tuntutan dari jaksa penuntut umum.
Diketahui, Ferdy Sambo dituntut hukuman penjara seumur hidup, Bharada Richard Eliezer alias Bharada E dituntut 12 tahun penjara.
Sementara Putri Candrawathi, Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf dituntut selama 8 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum.
Terkait itu, tuntutan untuk Bharada E disorot lantaran dinilai terlalu tinggi padahal sudah menjadi pelaku yang membongkar skenario Ferdy Sambo.
Kuasa Hukum Richard Eliezer alias Bharada E, Ronny Talapessy menyebut Jaksa Penuntut Umum (JPU) seakan tak mengindahkan status justice collaborator (JC) atau saksi yang bekerja sama membongkar perkara yang dimiliki oleh kliennya.
"Status Richard Eliezer sebagai justice collaborator yang dari awal konsisten dan kooperatif bekerja sama, saya pikir bahwa status dia sebagai JC tidak diperhatikan, tidak dilihat jaksa penuntut umum," kata Ronny dalam tayangan Kompas TV, Rabu (18/1/2023).
Padahal menurut Ronny, Bharada E sudah berupaya terus konsisten dalam mengungkap perkara peristiwa rencana Ferdy Sambo membunuh Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J secara rinci.
Selain itu Bharada E kata Ronny juga konsisten berbicara jujur mulai dari proses penyidikan hingga perkara masuk persidangan.
"Kami melihat perjuangan dari awal bagaimana Richard Eliezer yang coba konsisten ketika dia berani mengambil sikap, berani berkata jujur dari proses penyidikan sampai proses persidangan itu ditunjukkan," ucapnya.