News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pengamat: Manuver Kapal Penjaga Pantai China di ZEE Natuna Makin Bahayakan Kedaulatan RI

Penulis: Choirul Arifin
Editor: Theresia Felisiani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kapal Coast Guard China Wara-wiri di Laut Natuna, KSAL Sebut Tak Masalah asal Tak Melanggar. Respons cepat TNI AL kerahkan armada amankan perairan ZEE Indonesia di Natuna saat kapal patroli penjaga pantai RRC masuki Indonesia diapresiasi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kalangan pengamat mengapresiasi respons cepat Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) yang langsung mengerahkan armadanya mengamankan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di Kepulauan Natuna saat kapal Patori Penjaga Pantai Republik Rakyat China (RRC) memasuki wilayah tersebut.

“Masyarakat Indonesia perlu memberikan apresiasi pada setiap upaya yang dilakukan oleh institusi-institusi pemerintah, seperti TNI AL yang telah memberikan respons yang cepat dan akurat, untuk mempertahankan kedaulatan dan hak berdaulat Indonesia di perairan Natuna maupun wilayah-wilayah lain di Nusantara kita,” kata Ketua Forum Sinologi Indonesia (FSI), Johanes Herlijanto.

Dia menilai, selama ini kapal patroli China kerap melakukan pelanggaran dengan memasuki  ZEE Indonesia.

Kecenderungan tersebut menurut Johanes Herlijanto sudah berulang kali terjadi sejak lebih dari satu dasawarsa lalu.

"Mereka bahkan tak jarang melakukan intervensi ketika otoritas Indonesia berupaya melakukan penegakan hukum terhadap nelayan-nelayan asal China yang melakukan penangkapan ikan secara ilegal di wilayah tersebut,” ujar pemerhati China asal Universitas Pelita Harapan ini dalam keterangan pers tertulis, Sabtu, 21 Januari 2023.

Ganggu Eksplorasi Migas

Johanes mencontohkan, pada akhir tahun 2021, beberapa kapal Penjaga Pantai China juga menyambangi wilayah eksplorasi minyak Blok Tuna yang secara hukum berada dalam ZEE Indonesia dan mengganggu proses pengeboran di wilayah tersebut.

Johanes menduga kehadiran kapal terbesar Penjaga Pantai China di wilayah yang kurang lebih sama pada Januari 2023 ini juga masih terkait dengan upaya Indonesia melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam di wilayah tersebut.

Baca juga: KSAL Laksamana M Ali Resmikan Markas Komando Kapal Selam di Surabaya

Kedatangan kapal Penjaga Pantai itu hanya berselang beberapa hari setelah Indonesia memberikan persetujuan pada perusahaan asal Inggris, Premier Oil, untuk melakukan rencana pengembangan eksplorasi sumber daya di wilayah tersebut.

Menurut Johanes pula, makin seringnya kehadiran kapal-kapal Penjaga Pantai China di ZEE Indonesia di perairan Natuna perlu diperhatikan secara serius.

Menurutnya, berbagai manuver China di atas dapat diinterpretasikan sebagai tanda bahwa China berkeinginan untuk menguasai wilayah yang menjadi ZEE Indonesia yang kaya akan sumber daya ikan dan energi itu.

Pemerintah China sendiri telah berulang kali menyampaikan pernyataan yang memperlihatkan bahwa mereka memang merasa memiliki hak di wilayah perairan Natuna itu.

Kementerian Luar Negeri China pada tahun 2020 misalnya, menyatakan bahwa “China dan Indonesia tidak memiliki sengketa terkait kedaulatan territorial, tetapi kami memiliki klaim yang tumpang tindih terkait hak hak maritim dan kepentingan di beberapa wilayah di Laut China Selatan.”

Pernyataan yang sama pernah disampaikan pula pada tahun-tahun sebelumnya, misalnya pada tahun 2018.

Baca juga: Respons Kehadiran Kapal-kapal China, KSAL Laksamana Muhammad Ali Sebut Laut Natuna Utara Tetap Aman

Menurut Johanes, klaim China atas sebagian ZEE Indonesia di perairan Natuna sebenarnya terkait dengan klaim China di Laut China Selatan, yang dewasa ini ditandai dengan sembilan garis putus-putus (nine-dash line).

Menurut keterangannya, klaim China atas pulau-pulau yang bertebaran di Laut China Selatan, setidaknya sebagian, sebenarnya telah muncul sebelum negara RRC berdiri.

Mengutip Bruce Elleman, penulis buku berjudul China’s Naval Operations in the South China Sea: Evaluating Legal, Strategic, and Military Factors, Johanes menceritakan bahwa pada 1947, Pemerintah nasionalis China yang berkuasa telah mengklaim hampir seluruh Laut China Selatan, yang menurut kalkulasi mereka terdiri dari 162 unit pulau, sebagai milik China.

Pemerintah nasionalis juga memproduksi sebuah peta yang di dalamnya terdapat 11 garis putus-putus untuk menandai klaim mereka atas Laut China Selatan.

Namun menurut Johanes, pada saat itu tidak terdapat ketumpangtindihan wilayah antara China dan Indonesia. Demikian juga setelah RRC berdiri pada 1949. Bahkan hingga saat ini, Indonesia tidak pernah merasa berbatasan langsung dengan China, dan tetap konsisten untuk tidak turut terlibat dalam sengketa di Laut China Selatan.

Bibit-bibit problema muncul di tahun 1993, ketika China menerbitkan sebuah peta yang di dalamnya mencakup sembilan garis putus-putus.

Karena beberapa dari garis-garis di atas menyasar wilayah ZEE Indonesia di perairan dekat Kepulauan Natuna, Indonesia mengajukan pertanyaan kepada China.

Jawaban China selama ini selalu konsisten dengan bahwa Kepulauan Natuna adalah milik Indonesia, dan bahwa China tidak memiliki sengketa kewilayahan dengan Indonesia.

Namun pada kenyataannya, sebagai disampaikan oleh Mingjiang Li, ahli China yang berbasis di Singapura, Pemerintah China beranggapan bahwa mereka memiliki kedaulatan yang tak dapat dibantah atas kepulauan di Laut China Selatan, dan perairan sekitarnya.

China juga merasa memiliki hak berdaulat dan juridiksi atas perairan, dasar laut, dan kandungan minyak yang relevan di wilayah itu.

Tampaknya pernyataan “perairan, dasar laut, dan kandungan minyak yang relevan” inilah yang diterapkan China pada perairan yang menjadi bagian dari ZEE Indonesia di dekat perairan Natuna. Menurut Johanes, ini terlihat misalnya, dari pernyataan seorang diplomat Kedutaan Besar China di Jakarta.

Baca juga: China Sensor Rumor Seputar Covid-19 Selama Perayaan Imlek

Dikutip dalam sebuah media nasional terkemuka, diplomat yang tak bersedia disebut namanya itu menyatakan bahwa kapal Penjaga Pantai yang memasuki perairan dekat kepulauan Natuna baru-baru ini “masih berada di wilayah yuridis China.”

Dalam pandangan Johanes, pernyataan di atas, dan berbagai pernyataan Kementerian Luar Negeri China bahwa Indonesia dan China “memiliki klaim yang tumpang tindih terkait hak hak maritim dan kepentingan di beberapa wilayah di Laut China Selatan” membuktikan bahwa China menganggap mereka memiliki hak berdaulat di sebagian ZEE Indonesia di perairan Natuna.

"Karena itu, penting bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk memahami fakta ini, serta mendukung upaya negara dan Pemerintah Indonesia untuk mengawal kedaulatan dan hak berdaulat Negara Kesatuan Republik Indonesia di Perairan Natuna, yang kaya akan ikan dan sumber daya energi di bawah laut itu,” pungkas Johanes.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini