Mahfud MD menduga video tersebut bagian dari upaya teror terhadap hakim agar tak berani menjatuhkan vonis berat terhadap Ferdy Sambo.
Logikanya, lanjut dia, teror tersebut ditujukan agar hakim ragu menjatuhkan vonis terhadap Ferdy Sambo karena khawatir vonisnya dinilai sebagai hasil konspirasi karena sama dengan video yang telah viral sebelumnya.
"Sementara ini saya menduga bahwa video itu merupakan bagian dari upaya untuk meneror hakim agar tak berani memvonis Sambo dengan vonis yang berat," kata Mahfud di akun Instagramnya, @mohmahfudmd, pada Jumat (6/1/2023).
Ia mengaku sering mendapat teror serupa saat menjadi hakim Mahkamah Konstitusi dulu.
Mahfud mengatakan ia pernah mengalaminya ketika mengadili perkara Pilkada Gubernur Maluku Utara yang digugat Gafur.
Tiga hari sebelum vonis, lanjut dia beredar berita bahwa Ketua MK Mahfud MD sudah dipanggil Presiden SBY agar gugatan Gafur dikalahkan.
Ia pun tahu bahwa teror tersebut ditujukan agar dirinya tak berani mengalahkan Gafur.
Namun demikian, ketika itu ia tak peduli karena memang tak pernah bicara perkara apa pun dengan Presiden SBY dan Gafur tetap kalah di MK.
Untuk itu, menurutnya video tersebut harus diselidiki.
"Pertama, itu harus diselidiki. Bisa jadi pelanggaran etik kalau benar itu terjadi. Kedua, Mungkin juga video itu dipotong-potong, dari rangkaian pembicaraan sehingga timbul kesan tertentu," kata Mahfud.
Sebagai informasi, dalam perkara tewasnya Brigadir J, Ferdy Sambo dijatuhi tuntutan pidana seumur hidup.
Jaksa meyakini kalau mantan Kadiv Propam Polri itu secara sah dan meyakinkan melakukan perencanaan tindak pidana yang mengakibatkan orang meninggal dunia.
Sementara untuk terdakwa lain yakni, Ricky Rizal Wibowo alias Bripka RR dan Kuat Maruf masing-masing dijatuhi tuntutan 8 tahun penjara atas tewasnya Brigadir J.
Tak hanya Ricky Rizal dan Kuat Maruf, terdakwa Putri Candrawathi yang juga merupakan istri dari Ferdy Sambo dijatuhi tuntutan yang sama yakni 8 tahun penjara.
Sedangkan untuk terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E yang berstatus sebagai justice collaborator dalam kasus ini dituntut pidana 12 tahun penjara.
Semua terdakwa dinyatakan bersalah melanggar pasal 340 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan pertama primer.