TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan bakal menyelisik dugaan penggunaan uang oleh Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe yang berasal dari dana otonomi khusus (otsus).
Satu di antaranya yaitu terkait dugaan penggunaan duit ke rumah judi atau kasino di luar negeri.
"Jadi dugaan terkait penggunaan uang yang juga diterimanya terkait apa yang kami tersangkakan, pasti kami dalami. Bagaimana kemudian aliran dana itu ke mana, termasuk penggunaannya," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Senin (23/1/2023).
"Termasuk informasi informasi yang di luar beredar, tentu itu menjadi penting bagi KPK untuk mendalaminya kepada saksi-saksi nantinya," imbuhnya.
KPK, disebut Ali, akan terus berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk melacak penggunaan uang oleh Lukas Enembe di luar negeri.
Dimana diketahui, PPTAK adalah instansi yang pertama kali menyebut adanya dugaan aliran uang Lukas Enembe di kasino.
"Ketika proses penyidikan perkara ini, kami selalu koordinaasi dari awal dengan PPATK, dengan lembaga lain tentunya," kata Ali.
"Makanya kemudian kami memeriksa satu saksi dari Anggota DPRD Provinsi Papua atas nama Yunus Wonda, didalami terkait pengetahuannya saksi ini mengenai dana otsus, termasuk juga mengenai pos alokasi anggaran untuk operasional tersangka LE selaku gubernur," tambahnya.
Baca juga: Respons KPK Diadukan ke Komnas HAM karena Tak Becus Tangani Kesehatan Lukas Enembe
PPATK sebelumnya menemukan transaksi perjudian berupa setoran tunai. Nilainya mencapai jutaan dolar Amerika Serikat.
Apabila dirupiahkan setoran tunai Lukas Enembe ke judi kasino mencapai Rp 560 miliar.
"Salah satu hasil analisis itu adalah terkait dengan transaksi setoran tunai yang bersangkutan di kasino judi senilai 55 juta dolar Amerika Serikat, atau Rp560 miliar itu setoran tunai dalam periode tertentu," Ketua PPATK Ivan Yustiavandana dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam), Senin (19/9/2022).
Tak hanya itu, Ivan mengungkap, PPATK juga menemukan dugaan setoran tunai tak wajar yang dilakukan Lukas dalam jangka waktu pendek dengan nilai fantastis mencapai 5 juta dolar Singapura.
Kemudian, masih dengan metode setoran tunai, tercatat ada pembelian jam tangan mewah senilai 55.000 dolar Singapura atau sekira Rp550 juta.
"PPATK juga mendapatkan informasi bekerja sama dengan negara lain dan ada aktivitas perjudian di dua negara yang berbeda. Itu juga sudah PPATK analisis dan PPATK sampaikan kepada KPK," ungkap Ivan.
PPATK pun telah membekukan sejumlah transaksi yang diduga dilakukan Lukas ke beberapa orang melalui 11 penyedia jasa keuangan.
Ke-11 penyedia jasa keuangan itu mencakup asuransi hingga bank. Nilainya lebih dari Rp71 miliar.
Bahkan, menurut PPATK, transaksi mencurigakan tersebut turut melibatkan putra Lukas Enembe.
"Transaksi yang dilakukan Rp71 miliar tadi mayoritas itu dilakukan di anak yang bersangkutan, di putra yang bersangkutan (Lukas Enembe)," terang Ivan.
Ivan menambahkan, pihaknya melakukan analisis transaksi keuangan mencurigakan terhadap Lukas Enembe sejak 2017.
KPK diketahui memproses hukum Lukas Enembe atas kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait proyek infrastruktur di Papua.
Lukas diduga menerima suap dari Direktur PT Tabi Bangun Papua (TBP) Rijatono Lakka sebesar Rp1 miliar.
Selain itu, Lukas juga diduga telah menerima pemberian lain sebagai gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya berjumlah sekira Rp10 miliar.
Atas perbuatannya, Lukas Enembe disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Sementara Rijatono Lakka disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 UU Tipikor.