TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Indonesia Police Watch, Sugeng Teguh Santoso, merespon ucapan Menko Polhukam Mahfud MD soal oknum polisi yang diduga mengintervensi putusan atau vonis terdakwa Ferdy Sambo.
Mahfud mengatakan ada sosok seorang jenderal bintang satu yang melakukan "gerakan bawah tanah" agar vonis Ferdy Sambo ringan, bahkan bebas jeratan hukum.
Menurut Sugeng, Brigjen Polisi tersebut merupakan mantan anggota Satuan Tugas Khusus atau Satgasus Merah Putih yang pernah dipimpin oleh Ferdy Sambo.
“Yang saya dengar mantan Satgasus (Merah Putih). Bintang satu,” kata Sugeng kepada Kompas TV saat dihubungi di Jakarta Senin (23/1/2023).
Dalam kesempatan terpisah, Sugeng menyebut bahwa pernyataan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan atau Menko Polhukam Mahfud MD soal gerakan bawah tanah untuk membebaskan Ferdy Sambo dari hukuman berat merupakan bukanla sesuatu yang baru.
Sugeng menjelaskan, sejak awal IPW telah mendapatkan informasi terkait adanya pihak yang tidak ingin Ferdy Sambo dihukum berat.
Dirinya menduga, Mahfud MD mendapatkan informasi bahwa gerakan-gerakan tersebut menjadi lebih intensif menjelang pembacaan tuntutan terhadap para terdakwa.
Ia pun menilai, gerakan itu berhasil meski belum seratus persen.
"Menurut saya gerakan dari yang disampaikan Pak Mahfud itu berhasil, walaupun belum seratus persen," ujarnya dalam program Sapa Indonesia Pagi Kompas TV, Senin (23/1/2023).
Pasalnya, ia menyoroti bahwa ketika Sambo dituntut seumur hidup, jaksa secara tersurat tidak memberikan catatan yang meringankan terdakwa.
Namun, secara tersirat, ia membaca bahwa faktor-faktro yang meringankan terdakwa akan diberikan oleh majelis hakim.
"Karena majelis hakim untuk mengisi, ada hal yang meringankan, karena tidak fair (adil -red), apabila ada fakta-fakta yang umum secara sosiologis dimasukkan sebagai hal yang meringankan, misalnya bersikap sopan, tidak pernah dihukum, ketika menyatakan akhirnya mengaku bersalah dan bertanggung jawab, ini saja tiga poin, belum lagi nanti ada pembelaan yang memasukkan jasa-jasanya," ujar Sugeng.
"Hakim tidak boleh mengabaikan ini, karena kalau mengabaikan ini putusannya menjadi cacat.”
Menurutnya, perhatian hakim itu akan menjadi alasan yuridis yang kemudian memutus hukuman lebih rendah atau setidaknya sama dengan tuntutan jaksa.
>