TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung menemukan adanya permufakatan jahat yang dilakukan Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (BAKTI Kominfo), Anang Achmad Latif.
Permufakatan jahat itu dilakukan dalam proyek pengadaan base transceiver station (BTS) periode 2020 hingga 2022.
Baca juga: Kejaksaan Agung Tetapkan Tersangka Swasta dalam Kasus Korupsi Tower BTS Kominfo
Menurut Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejaksaan Agung, Kuntadi, permufakatan jahat tersebut dilakukan dengan tersangka yang baru ditetapkan, yakni Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment, Mukti Ali.
"Yang bersangkutan sebagai Account Director PT Huawei Tech Investment telah secara melawan hukum melakukan permufakatan jahat dengan Tersangka AAL untuk mengkondisikan pelaksanaan pengadaan BTS 4G pada BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika," katanya dalam keterangan resmi pada Selasa (24/1/2023) malam.
Akibat permufakatan jahat itu, PT Huawei Tech Investmen ditetapkan sebagai pemenang tender proyek oleh BAKTI Kominfo.
"Ketika mengajukan penawaran harga, PT HWI ditetapkan sebagai pemenang," ujar Kuntadi.
Baca juga: Direktur Utama BAKTI Kominfo Janji Bersikap Kooperatif Diperiksa terkait Korupsi Pengadaan Tower BTS
Sebagai informasi, dalam perkara ini Kejaksaan Agung telah menetapkan empat tersangka.
Mereka ialah: Direktur Utama BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif; Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak Simanjuntak; Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia tahun 2020, Yohan Suryanto; dan Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment, Mukti Ali.
Dalam perkara ini, Anang juga disebut berperan merekayasa pengadaan proyek pembangunan BTS di berbagai daerah terpencil di Indonesia.
Rekayasa itu dilakukan sejak tahap perencanaan hingga pelaksanaan.
"Yang jelas, si AAL itu selaku Dirut BAKTI dan KPA (kuasa pengguna anggaran) sebenarnya dia sudah merekayasa dari awal, perencanaan sampai pelaksanaan," kata Kuntadi saat dihubungi Tribunnews.com pada Kamis (5/1/2023).
Peran itu terbukti dari adanya kerjasama dengan tersangka lain, yaitu Yohan Suryanto.
Dari kerj sama tersebut, tim penyidik menemukan bahwa kedua tersangka merekayasa kajian teknis dengan mencatut nama Human Development Universitas Indonesia (HUDEV UI).
"Bekerja sama dengan tersangka, si YS membuat seolah-olah kajian teknis dibuat oleh satu lembaga, HUDEV UI. Padahal itu dia pribadi," kata Kuntadi.
Tak hanya merekayasa kajian teknis, Anang juga diketahui melakukan pengkondisian dengan menerbitkan Peraturan Dirut yang menguntungkan pihak tertentu.
"Termasuk dalam mengeluarkan Peraturan Dirut yang isinya menguntungkan pihak tertentu, memberikan batasan, sehingga tidak ada unsur persaingan yang sehat," ujarnya.
Peraturan Dirut itu disebut Kuntadi merupakan hasil kerja sama Anang dengan tersangka Galumbang Menak Simanjuntak sebagai suplier.
Kerja sama itu pada akhirnya memberikan keuntungan bagi PT Mora Telematika Indonesia.
"Di sini peraturan itu hasil kerja sama dengan tersangka GMS tadi, sehingga GMS itu mendapat keuntungan perusahaannya sebagai suplier kegiatan pengadaan itu," ujar Kuntadi.