TRIBUNNEWS.COM - Sidang tragedi Kanjuruhan kembali bergulir di Pengadilan Negeri Surabaya (PN Surabaya), Kamis (26/1/2023).
Sidang lanjutan menghadirkan terdakwa Security Officer Suko Sutrisno dan Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris.
Turut dihadirkan juga Kabagops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto, Danki 3 Sat Brimob Polda Jatim AKP Hasdarmawan, dan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi.
Ketiganya merupakan terdakwa lain yang menjadi saksi dalam sidang kali ini.
Dalam sidang, terungkap perintah menembakkan gas air mata ke arah tribun penonton.
Berikut rangkuman sidang tragedi Kanjuruhan pada Kamis (26/1/2023) kemarin yang dirangkum Tribunnews.com:
Perintah tembakan gas air mata
Baca juga: Terdakwa Kasus Tragedi Kanjuruhan Akui Perintahkan Tembak Gas Air Mata, Ada 36 Tembakan
Hasdarmawan saat sidang mengakui dirinyalah yang memerintahkan anggotanya untuk menembakkan gas air mata.
Menurut kesaksiannya, sebelum dilakukan tindakan tersebut, pihaknya sudah menerima serangan dari para suporter.
Sehingga Hasdarmawan mencoba menghubungi Danton dan Danki, namun tidak ada respons.
"Karena serangan itu sudah banyak (lemparan) sehingga saya mencoba kontak dengan handy talkie (HT) kecil yang terkoneksi Danton dan Danki."
"Tapi saat itu tidak ada tanggapan. Sehingga, saya memerintahkan anggota untuk persiapan menembak gas air mata," katanya, dikutip dari Surya.co.id, Jumat (27/1/2023).
Hasdarmawan melanjutkan kesaksiannya.
Ia mengaku memerintahkan anggotanya melakukan tembakan gas air mata sebanyak 1 hingga 2 kali.
Seingat Hasdarmawan, ada total 36 kali tembakan yang dilepaskan oleh anak buahnya.
Hasdarmawan dalam kesempatannya juga mengungkap alasan perintah tembakkan gas air mata.
"Saya berpikir kekuatan polisi sedikit. Kalau tidak dihalau maka kami semakin diserang. Bisa dibayangkan kalau tidak dihalau, kami jadi apa," pungkasnya.
Baca juga: Tiga Terdakwa Tragedi Kanjuruhan Minta Dibebaskan dari Dakwaan, Begini Penjelasan Polda Jatim
Tak ada larang pemakaian gas air mata
Fakta lain soal tragedi Kanjuruhan diungkap oleh saksi lain Kabagops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto.
Wahyu menyebut, tidak ada larangan pemakaian gas air mata dalam rapat panpel.
Pernyataan ini sekaligus mematahkan keterangannya sendiri di dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Dalam BAP, awalnya Wahyu dianggap mengetahui larangan penggunaan gas air mata di dalam stadion.
Sebelum laga Persebaya VS Arema FC digelar, ia dua kali mengikuti rapat koordinasi bersama panpel.
Pertama pada tanggal 15 September 2022 dan kedua, 28 Oktober 2022.
Pada rapat pertama, Iptu Bambang Sulistiyono selaku Kasat Intelkam Polres Malang menyampaikan kepada anggota Brimob untuk melarang menggunakan gas air mata di dalam stadion.
Ternyata dalam sidang, Wahyu membantah keterangan BAP tersebut.
Ia mengatakan, kalau dalam rapat itu tidak dihadiri Kasat Intel Polres Malang.
"Kasat Intel menyampaikan soal larangan gas air mata itu setelah salat Zuhur atau Asar. Itu jamnya di luar rapat," katanya, dikutip dari Surya.co.id.
Kesaksian Kompol Wahyu dibenarkan oleh Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi.
Ia membenarkan yang bersangkutan tidak hadir dalam rapat koordinasi pertama.
Kasat Intelkam Polres Malang baru hadir di rapat kedua.
Namun, di rapat itu panpel sama sekali tidak membahas materi tentang aturan polisi mengamankan pertandingan sepak bola.
"Yang dibahas saat itu, hanya susunan pengawalan dan floating anggota. Kemudian, panpel juga membeberkan kalau tiket sudah terjual 42 ribu sekian," tegas Bambang.
Usai rapat, kemudian polisi berkoordinasi untuk membagi tugas. Ada polisi yang dibekali tameng, apar, dan gas air mata.
Bambang menyebut, pengamanan itu sudah sesuai standar operasional kepolisian.
Berdasarkan surat Kapolres Malang dan mendasari surat Kapolri, polisi apabila dilibatkan sebagai petugas keamanan dalam pertandingan sepak bola harus membekali diri dengan senjata.
Baca juga: Ketua Komisi X DPR: Siapapun Ketua Umum PSSI Nanti, Saya Titip Penuntasan Tragedi Kanjuruhan
Gugatan class action ditolak
Sidang gugatan class action juga digelar Pengadilan Negeri (PN) Kepanjen, Kabupaten Malang pada Kamis (26/1/2023).
Sebelumnya, seorang korban tragedi bernama Atoilah menggugat PSSI, PT Liga Indonesia Baru (PT LIB), Panpel Arema FC, bupati Malang, Kapolri, dan TNI.
Ia bersama korban lainnya ini minta ganti rugi sebesar Rp 146 milliar atas tragedi ini.
Namun, gugatan class action ditolak oleh majelis hakim PN Kepanjen.
Majelis hakim pimpinan Immanuel Amin menjelaskan, gugatan Atoilah belum memenuhi syarat.
"Ada persyaratan yang harus dipenuhi dulu agar dapat diterima sebagai gugatan class action," katanya, dikutip dari Suryamalang.com.
Atas penolakan ini, pihak Atoilah akan mengambil langkah perbaikan sehingga gugatan bisa diajukan kembali,
"Kami tidak menyerah. Kami akan memenuhi kelengkapan persyaratan," ucap kuasa hukum dari Atoilah, Wasis Siswoyo.
(Tribunnews.com/Endra Kurniawan)(Surya.co.id/Tony Hermawan)(SuryaMalang.com/Lu'lu'ul Isnainiyah)