TRIBUNNEWS.COM - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan bahwa menolak pleidoi dari terdakwa pembunuhan Nofriansyah Yoshua Hutabarat (Brigadir J), Richard Eliezer.
Hal tersebut terungkap ketika JPU membacakan replik nota pembelaan terdakwa Richard Eliezer yang dilaksanakan hari ini, Senin (30/1/2023) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Sebelumnya, JPU berpendapat bahwa pleidoi Tim Penasihat Hukum Richard Eliezer harus dikesampingkan karena dinilai tidak memiliki dasar yuridis kuat yang bisa digunakan untuk menggugurkan surat tuntutan penuntut umum.
JPU pun memohon kepada Majelis Hakim PN Jakarta Selatan untuk menolak seluruh pleidoi dari Tim Penasihat Hukum terdakwa Richard Eliezer.
Serta menjatuhkan putusan sebagaimana diktum tuntutan penuntut umum yang sudah dibacakan pada hari Rabu (18/1/2023) lalu.
"Penuntut umum memohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk satu, menolak seluruh pleidoi menolak seluruh pleidoi dari Tim Penasihat Hukum terdakwa Richard Eliezer."
"Dua, putusan sebagaimana diktum tuntutan penuntut umum yang telah dibacakan pada hari Rabu tanggal 18 Januari 2023," ungkap JPU.
Selanjutnya, JPU menyerahkan sepenuhnya kepada Majelis Hakim untuk memutuskan perkara pembunuhan Brigadir J dengan adil.
JPU Nilai Dalil Pleidoi Tim Penasihat Hukum Richard Eliezer Tidak Tepat
Sebelumnya, JPU membacakan pleidoi yang sudah di sampaikan oleh pihak terdakwa Richard Eliezer.
Dalam pleidoi tersebut berisi bahwa terdakwa Richard Eliezer hanya seorang pelaku yang disuruh melakukan tindak pidana manus ministra oleh orang yang menyuruh yaitu saksi Ferdy Sambo manus domina, sehingga terdakwa Richard Eliezer hanyalah merupakan alat yang tidak memiliki kesalahan.
Oleh karena itu, tidak dapat dipertanggung jawabkan secara pidana sehingga terdakwa Richard Eliezer sama sekali tidak memiliki niat jahat untuk menghilangkan nyawa Brigadir J, sehingga berlaku azas tiada pidana tanpa kesalahan.
Berdasarkan pleidoi tersebut, JPU mengatakan bahwa pengacara terdakwa Richard Eliezer keliru dalam menafsirkan terdakwa Richard Eliezer.
Baca juga: Jaksa Senior Sindir Keras JPU yang Tahan Tangis saat Bacakan Tuntutan Richard Eliezer: Kenapa Kamu?
"Dalil pleidoi penasihat hukum terdakwa Richard Eliezer adalah tidak tepat."
"Penasihat hukum terdakwa Richard Eliezer keliru dalam menafsirkan tedakwa Richard Eliezer tidak dapat dipertanggung jawabkan secara pidana karena merupakan orang yang disuruh," ucap JPU.
JPU menyebutkan bahwa terdakwa Richard Eliezer merupakan seorang aparat penegak hukum yang mempunyai disiplin keilmuan.
Di mana hal tersebut dapat dijadikan dasar atas kemampuan membedakan mana hal yang dapat dipertanggung jawabkan dan mana yang tidak.
"Pada prinsipnya, sebagai seorang aparat penegak hukum yang punya disiplin keilmuan ilmu hukum, tentu sudah mampu membedakan mana yang tidak dapat dijadikan sebagai pertanggung jawaban pidana dan mana yang dapat dijadikan sebagai orang yang dapat dijadikan pertanggung jawaban pidana," ungkap JPU.
Richard Eliezer Dituntut 12 Tahun Penjara
Sebelumnya, diketahui bahwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Richard Eliezer dengan hukuman 12 tahun penjara saat sidang tuntutan pada Rabu (18/1/2023) lalu di PN Jakarta Selatan.
"Mohon agar majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu 12 tahun penjara dikurangi masa tahanan," kata jaksa.
Dalam sidang tuntutan itu, JPU menyatakan bahwa Richard Eliezer terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan terhadap seseorang bersama-sama sebagaimana yang didakwakan.
Richard Eliezer dinyatakan bersalah melanggar Pasal 340 KUHP Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan primer.
"Menyatakan terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu sebagaimana yang diatur dan diancam dalam dakwaan pasal 340 juncto pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHP," kata jaksa.
Baca juga: Isi Lengkap Pleidoi Richard Eliezer: Apakah Harga Kejujuran Harus Dibayar 12 Tahun Penjara?
Sebagai informasi, Brigadir J tewas ditembak pada 8 Juli 2022 lalu dalam pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo.
Brigadir J tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Penembakan ini dilakukan lantaran Brigadir J diduga telah melecehkan Putri Candrawathi.
Karena hal tersebut, Ferdy Sambo merasa marah dan menyusun strategi untuk membunuh Brigadir J.
Dalam kasus ini, lima orang telah ditetapkan sebagai tersangka, yaitu Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal (Bripka RR), Kuat Ma'ruf, dan Richard Eliezer (Bharada E).
Kelima terdakwa tersebut didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP Juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Tambahan hukuman untuk Ferdy Sambo juga dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama dengan Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rachman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Para terdakwa tersebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Kompleks Polri, Duren Tiga.
Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar pasal 49 juncto pasal 33 subsidiar Pasal 48 ayat (1) j8uncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidiar Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.
(Tribunnews.com/Rifqah)