News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Polisi Tembak Polisi

H-12 Jelang Vonis, Richard Eliezer: Apa Saya Harus Pasrah kepada Arti Keadilan atas Kejujuran?

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu dalam persidangan pleidoi pada Rabu (25/1/2023).

Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu kini tengah menunggu putusan hakim dalam sidang kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J yang akan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (15/2/2023) mendatang.

Sebelumnya ia telah menyampaikan nota pembelaan atau pledoinya untuk menyentuh hati nurani Majelis Hakim agar menjatuhkan vonis ringan atau membebaskannya dari hukuman pidana.

Perlu diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah mengajukan tuntutan 12 tahun pidana penjara untuk Richard Eliezer karena dianggap sebagai eksekutor dalam kasus ini.

JPU juga tidak mempertimbangkan status Justice Collaborator (JC) yang diberikan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Richard pun mempertanyakan apakah dirinya harus pasrah begitu saja diadili hanya karena bersikap jujur terkait apa yang sebenarnya terjadi.

Kendati demikian, dirinya tetap meyakini bahwa keadilan akan diberikan padanya yang telah memutuskan untuk berkata jujur.

Baca juga: Yakinkan Hakim, Kubu Richard Eliezer: Ia Hanya Diajarkan Patuh Jalankan Perintah, Bukan Menganalisa

"Apakah saya harus bersikap pasrah terhadap arti keadilan atas kejujuran? saya akan tetap berkeyakinan bahwa kepatuhan, kejujuran adalah segala-galanya dan keadilan nyata bagi mereka yang mencarinya," kata Richard Eliezer dalam pledoinya.

Ia kemudian meminta Majelis Hakim untuk menerima pledoinya tersebut dan membebaskannya.

"Saya memohon kepada Yang Mulia Ketua dan Anggota Majelis Hakim, sudilah kiranya menerima pembelaan saya ini," jelas Richard Eliezer.

Namun jika Majelis Hakim memiliki pertimbangan lain dalam memutuskan vonis baginya, kata dia, ia berharap putusan itu dapat diberikan secara adil.

"Apabila Yang Mulia Ketua dan Anggota Majelis Hakim sebagai wakil Tuhan ternyata berpendapat lain, maka saya hanya dapat memohon kiranya memberikan putusan terhadap diri saya yang seadil-adilnya," papar Richard Eliezer.

Dirinya pun mengaku hanya bisa pasrah dan berserah diri kepada Tuhan saat masa depannya dihadapkan pada situasi ini.

"Kalau lah karena pengabdian saya sebagai ajudan menjadikan saya seorang terdakwa, kini saya serahkan masa depan saya pada putusan Majelis Hakim, selebihnya saya hanya dapat berserah pada kehendak Tuhan," tegas Richard Eliezer.

Dalam sidang lanjutan yang digelar Kamis kemarin, terdakwa Richard Eliezer dan Putri Candrawathi telah menyampaikan duplik melalui tim Penasihat Hukum mereka untuk menanggapi replik JPU yang menolak pledoi mereka.
Sementara itu, Majelis Hakim yang dipimpin Hakim Ketua Wahyu Iman Santoso akan membacakan putusan atau vonis bagi 5 terdakwa pada dua pekan mendatang.

Para terdakwa itu adalah Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal, Kuat Maruf dan Richard Eliezer.

Khusus untuk Kuat Maruf dan Ricky Rizal, Majelis Hakim menjadwalkan sidang vonis digelar pada Selasa, 14 Februari 2023, tepatnya pada momen perayaan Hari Kasih Sayang (Valentine).

"Setelah mendengarkan duplik dari Penasihat Hukum terdakwa (Ricky Rizal), tiba lah Majelis Hakim akan mengambil putusan. Putusan akan kami bacakan pada Selasa 14 Februari," kata Hakim Ketua Wahyu Iman Santoso, dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (31/1/2023) kemarin.

Sedangkan pelaku utama atau aktor intelektual dalam kasus ini yakni Ferdy Sambo akan menjalani sidang vonis pada Senin, 13 Februari 2023, begitu pula dengan sang istri, Putri Candrawathi.

Sementara itu Richard Eliezer akan menghadapi sidang vonis pada 15 Februari 2023.

Dalam sidang lanjutan kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (31/1/2023), terdakwa Ferdy Sambo telah menjalani sidang duplik.

Kemudian pada Jumat (27/1/2023) lalu, terdakwa Ferdy Sambo telah menjalani sidang replik yang berisi penolakan JPU terhadap pledoi dirinya.

Lalu pada Senin (30/1/2023), terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu menjalani sidang replik yang berisi jawaban dari JPU terhadap permintaan terdakwa Richard untuk bebas dari segala tuntutan.

Pada hari yang sama pula, terdakwa Putri Candrawathi pun menjalani sidang replik.

Sementara itu dalam sidang lanjutan yang digelar pada 17 Januari lalu, JPU menuntut Ferdy Sambo dengan hukuman pidana penjara seumur hidup.

Ferdy Sambo pun telah menyampaikan nota pembelaan atau pledoi pada 24 Januari lalu.

Lalu untuk tuntutan yang diajukan JPU terhadap istri Ferdy Sambo yakni Putri Candrawathi pada 18 Januari lalu adalah pidana 8 tahun penjara.

Sedangkan Richard Eliezer Pudihang Lumiu yang juga berstatus sebagai Justice Collaborator, pada hari yang sama JPU mengajukan tuntutan hukuman pidana 12 tahun penjara.

Baik Putri Candrawathi maupun Richard Eliezer telah menyampaikan pledoi pada 25 Januari lalu.

Sementara pada 16 Januari lalu, Ricky Rizal dan Kuat Maruf dituntut dengan tuntutan pidana 8 tahun penjara, keduanya juga telah menyampaikan pledoi pada 24 Januari lalu.

Lima terdakwa pun menyampaikan permintaan maaf kepada keluarga Brigadir J saat persidangan berlangsung.

Sebelumnya, sidang perdana kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J juga telah digelar pada Senin (17/10/2022), yang mengagendakan pembacaan dakwaan untuk tersangka Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi, serta ajudan mereka Ricky Rizal dan Asisten Rumah Tangga (ART) Kuat Maruf.

Kemudian pada Selasa (18/10/2022), terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu menjalani sidang perdananya sebagai Justice Collaborator dengan agenda pembacaan dakwaan.

Dalam berkas dakwaan tersebut, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal, Kuat Maruf dan Richard Eliezer Pudihang Lumiu disangkakan melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 56 ke-1 KUHP.

Sedangkan untuk kasus Obstruction of Justice, Ferdy Sambo, Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Baiquni Wibowo, Arif Rahman, Chuck Putranto dan Irfan Widyanto dijerat Pasal 49 Jo Pasal 33 dan/atau Pasal 48 Ayat 1 Jo Pasal 32 Ayat (1) Nomor 19 Tahun 2016 UU ITE.

Mereka juga disangkakan melanggar Pasal 55 Ayat (1) dan/atau Pasal 221 Ayat (1) ke-2 dan/atau Pasal 233 KUHP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini