TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers, Yadi Hendriana mendapati 691 kasus pelanggaran pers yang terjadi selama tahun 2022.
Sebanyak 97 persen pelanggaran diantaranya dilakukan oleh media online.
"Terbukti dengan temuan dewan pers, selama tahun 2022 dari 691 kasus itu, dominasi pelanggaran pers itu 97 persen dilakukan oleh media online," kata Yadi dalam diskusi daring Polemik Trijaya bertajuk 'Mau Dibawa Ke Mana Industri Pers Kita', Sabtu (4/2/2023).
Ia mengatakan pelanggaran-pelanggaran tersebut terjadi karena kualitas dari jurnalisme yang kurang baik.
Bahkan kata dia, kekurangan kualitas tersebut justru diamplifikasikan atau dikembangkan sehingga konten tersebut menjadi viral.
"Problem internal di pers itu adalah quality of journalism kita itu kurang bagus saya akui. Tidak semua perusahaan media tentunya, tapi banyak beberapa kemudian yang justru ini diamplifikasi kemudian konten-kontennya viral dan lain-lain," ucapnya.
Adapun kata dia pelanggaran konten media online antara lain bermuatan provokasi seksual, hoaks, dan fitnah serta konten yang menyalahi kode etik yakni tanpa adanya verifikasi.
Baca juga: Dewan Pers Bakal Kawal Kinerja Media dan Jurnalis Selama Tahapan Pemilu 2024
"Itu (pelanggaran) banyak sekali terjadi dan di awal (tahun 2023) banyak juga pelanggaran-pelanggaran yang masuk ke dewan pers yang sekarang sudah kami lakukan mediasi," ucapnya.