TRIBUNNEWS.COM - Komisi Yudisial (KY) berencana mendalami putusan Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat yang memvonis terdakwa kasus korupsi timah, Harvey Moeis.
Diketahui, Harvey Moeis divonis 6,5 tahun dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Padahal, Harvey Moeis terbukti merugikan negara hingga Rp 300 triliun dalam tata niaga komoditas timah.
Hukuman ini dianggap mencederai hati rakyat hingga muncul gejolak di masyarakat.
Terkait hal itu, Juru Bicara KY Mukti Fajar Nur Dewata menyatakan pihaknya akan mengevaluasi apakah Ketua Majelis Hakim yang memutus perkara, Eko Aryanto, telah melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).
Meski demikian, Mukti menegaskan bahwa pendalaman ini tidak akan menyentuh substansi putusan.
“Merespons hal itu, Komisi Yudisial (KY) menyadari bahwa putusan ini akan menimbulkan gejolak di masyarakat."
“(Evaluasi) ini sebagai upaya agar hakim dapat menjaga imparsialitas dan independensinya agar bisa memutus perkara dengan adil,” kata Mukti dilansir Kompas.com, Jumat (27/12/2024).
Pihak KY menegaskan upaya mengubah putusan hanyalah dengan banding.
“Adapun forum yang tepat untuk menguatkan atau mengubah putusan, yakni melalui upaya hukum banding,” ujar Mukti.
Untuk itu, ia juga mengajak masyarakat untuk melapor jika mengetahui adanya dugaan pelanggaran kode etik hakim dalam perkara Harvey Moeis.
Baca juga: Polemik Vonis 6,5 Tahun Bui Harvey Moeis: Kejagung Ajukan Banding, KY Dalami Putusan
“KY meminta agar laporan tersebut disertai bukti-bukti pendukung agar dapat diproses,” tambah Mukti.
Diketahui, vonis yang dijatuhkan kepada Harvey Moeis menjadi sorotan publik karena dianggap terlalu ringan.
Putusan ini dibacakan Ketua Majelis Hakim Eko Aryanto di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Senin (23/12/2024).