News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Muhammadiyah Tetapkan 1 Syawal 1444 H Jatuh Pada 21 April, Kemungkinan Berbeda dengan Pemerintah

Penulis: Dodi Esvandi
Editor: Muhammad Zulfikar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Logo Muhammadiyah. Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah resmi menetapkan 1 Ramadan 144 H pada Kamis, 23 Maret 2023, dan 1 Syawal 1444 H jatuh pada Jumat, 21 April 2023.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dodi Esvandi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA  - Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah resmi menetapkan 1 Ramadan 144 H pada Kamis, 23 Maret 2023, dan 1 Syawal 1444 H jatuh pada Jumat, 21 April 2023.

Selain itu, PP Muhammadiyah juga menetapkan 1 Zulhijah 1444 H jatuh pada Senin 19 Juni 2023.

Kepastian tersebut disampaikan secara langsung oleh Sekretaris PP Muhammadiyah, Muhammad Sayuti di acara Konferensi Pers Maklumat PP Muhammadiyah “Penetapan Hasil Hisab Ramadan, Syawal, Zulhijjah 1444 H di kantor PP Muhammadiyah Jl. Cik Ditiro, No. 23, Kota Yogyakarta, Senin (6/2/2023).

Baca juga: Jadwal Puasa Ramadan Tahun 2023 Jakarta, Disertai Jadwal Nuzulul Quran dan Perkiraan Lailatul Qadar

Ketua PP Muhammadiyah Bidang Tarjih dan Tajdid Syamsul Anwar mengatakan, penetapan 1 Ramadan ini memiliki potensi sama dengan pemerintah.

Namun awal Syawal dan Zulhijah ada potensi berbeda dengan pemerintah karena Muhammadiyah memakai hisab hakiki wujudl hilal.

Sementara pemerintah berpedoman pada kriteria MABIMS.

“Potensi perbedaan ada pada awal Syawal dan Zulhijah hal ini karena menurut kriteria MABIMS bulan bisa dilihat pada tinggi bulan sekurang-kurangnya 3 derajat dan elongasinya 6,4 derajat,” tuturnya.

Sementara itu Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengingatkan bahwa jika terjadi perbedaan jangan dijadikan sebagai sumber perpecahan.

Karena umat Islam di Indonesia memiliki pengalaman dalam perbedaan.

Baca juga: Muhammadiyah Tetapkan Awal Puasa Ramadan 23 Maret 2023, Kapan Lebaran 2023?

Haedar menyebut perbedaan di tubuh umat Islam bukan suatu yang baru.

Oleh karena itu itu Haedar mendorong dari perbedaan itu lahir sikap saling menghargai, menghormati dan toleransi atau tasamuh, serta menimbulkan penghargaan dan kearifan atas perbedaan.

“Jangan juga dijadikan sumber yang membuat kita Umat Islam dan warga bangsa lalu retak, karena ini menyangkut ijtihad yang menjadi bagian denyut nad perjuangan perjalanan sejarah Umat Islam yang satu sama lain saling paham, menghormati dan saling menghargai,” imbuhnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini