Laporan Reporter Tribunnews.com, Naufal Lanten
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pleno terkait Uji Materiil Pasal 5 UU Pengadilan HAM, Rabu (8/2/2023).
Perkara yang terdaftar dalam No. 89/PUU-XX/2022 ini meminta MK memperluas kewenangan pengadilan HAM di Indonesia.
Sidang yang beragendakan mendengar keterangan ahli dan saksi ini dimulai sekira pukul 11.30 WIB, dipimpin langsung Ketua MK Anwar Usman beserta 8 anggota hakim konstitusi.
Baca juga: Kanada akan Lakukan Semua Cara demi Menyeret Rusia ke Pengadilan Internasional
Pada agenda persidangan kali ini, MK mendengarkan Keterangan Ahli dari Dr. Cheah Wui Ling yang merupakan Associate Professor dari National University of Singapore (NUS).
Ahli lainnya yang dihadirkan yaitu Prof. Devika Havel dari School of Law, London School of Economics.
Para ahli menyampaikan sejumlah pertimbangan kepada majelis hakim terkait yuridiksi universal yang diajukan mantan Jaksa Agung Marzuki Darusman, Mantan Ketua KPK M. Busyro Muqoddas, serta Aliansi Jurnalis Independen Indonesia (AJI) ini.
Ditemui selepas persidangan yang mewakili Feri Amsari dari Themis Indonesia sebagai kuasa hukum, Usman Hamid mengatakan pihaknya meminta MK untuk membatalkan Pasal 5 UU Pengadilan HAM.
Sebab, kata dia, dalam Pasal tersebut terdapat frasa “oleh Warga Negara Indonesia”. Ia menilai bahwa Pasal 5 UU Pengadilan HAM bertentangan atau tidak sesuai dengan prinsip HAM sebagaimana diatur Pasal 28 I ayat (1) UUD 1945 dan Pembukaan UUD 1945.
Usman menambahkan bahwa kondisi global saat ini terus bergejolak, di mana tindakan kejahatan serius terus terjadi di berbagai belahan dunia.
“Karena itu kita ingin mendorong setiap negara setidaknya melalui Indonesia untuk menjadi semacam pembuka jalan supaya kejahatan-kejahatan itu tidak ditoleransi lagi,” katanya saat ditemui di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (8/2/2023).
“Tentu saja catatannya adalah seandainya si pelaku itu datang ke Indonesia,” lanjut dia.
Ia mengatakan bahwa dengan memperluas Pengadilan HAM, bukan berarti mendorong pemerintah Indonesia untuk mengejar para pelaku pelanggaran HAM di luar negeri.
Baca juga: Komnas HAM Harap Hakim Pengadilan HAM Paniai Bisa Periksa Lebih Teliti dan Lebih Adil
Hanya saja, lanjut dia, Indonesia menjadi memiliki kewenangan untuk menangani kasus kejahatan yang terjadi di luar negeri, jika pihak yang terlibat dalam peristiwa tersebut baik WNI atau warga negara asing datang ke Indonesia.