TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mampu mengusut dugaan korupsi pertambangan ilegal di Kalimantan Timur yang kini menjerat Ismail Bolong.
KPK sebagai lembaga superbody disebut tidak punya hambatan dalam mengusut kasus tersebut.
"Saya kira tidak ada hambatan struktural atau sistemik yang bisa menghalangi KPK, tinggal bagaimana komitmen KPK-nya. Saya menyaksikan korupsi yang nyata apakah akan didiamkan saja," kata Fickar saat dihubungi, Kamis (9/2/2023).
Akademisi Universitas Trisakti ini menegaskan, pengambilalihan perkara merupakan bagian dari supervisi yang bisa dilakukan KPK.
Pimpinan KPK bisa berunding jika ingin mengambil alih kasus tersebut.
"Kecuali diketahui dalam penanganan kasus itu ada korupsinya KPK, bisa langsung mengambil alih kasusnya termasuk korupsi oleh penegak hukumnya," kata dia.
Perkara yang menjerat Ismail Bolong kini tengah ditangani Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri.
Penetapan ini terjadi usai Ismail diperiksa pada 6 Desember 2022 lalu.
“IB sudah resmi jadi tersangka dan secara ini juga kami menyampaikan pak IB sudah resmi ditahan,” ucap pengacara Ismail Bolong, Johannes L. Tobing, di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Rabu (7/12/2022).
Johannes mengatakan, penetapan tersangka dilakukan usai gelar perkara. Pada pemeriksaan kemarin, Ismail Bolong dicecar 62 pertanyaan oleh penyidik.
Diketahui, muncul video testimoni seorang purnawirawan Polri bernama Ismail Bolong.
Pria dengan pangkat terakhir Aiptu itu menyebut bahwa dirinya pernah memberikan setoran dengan nilai total Rp6 miliar kepada Kabareskrim Komjen Agus Andrianto.
Upeti tersebut diberikan untuk mengamankan bisnis tambang ilegalnya di Kalimantan Timur.
Namun, tak lama setelah video itu menyebar, muncul video susulan yang berisi klarifikasi dari Ismail Bolong. Dia membantah semua ucapannya di video pertama.